Melorotnya Dunia Pendidikan Indonesia Membangun Ruang Belajar
Ilustrasi foto (AkshayaPatra Foundation/Pixabay)

Bagikan:

PASURUAN - Runtuhnya atap kelas SDN Gentong, Gading Rejo, Pasuruan jadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Jika pendidikan adalah cita-cita bangsa, seberapa jauh negara menjamin keamanan dalam proses belajar mengajar?

Irza Almira, siswi kelas IIA (8) dan gurunya, Sefina Arsi Wijaya (19) meninggal dalam petaka itu. Selain keduanya, sebelas murid luka-luka. Nahas. Atap runtuh di tengah proses belajar mengajar. Ironis, karena yang kami ingat, pendidikan adalah segalanya bagi negeri ini.

Pasal 45 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberi amanat. Setiap satuan pendidikan wajib menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan.

Keperluan itu harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, serta kejiwaan peserta didik. Sebuah pekerjaan berat karena capaian soal itu masih tergolong rendah.

Melorotnya perwujudan sarana dan prasarana

Sarana pendidikan merupakan media atau alat material yang berperan dalam kegiatan belajar mengajar secara langsung, mulai dari perabot, seperti kursi dan meja. Atau peralatan pendidikan berupa alat peraga, hingga media pendidikan, papan tulis

Sedang prasarana pendidikan berperan secara tidak langsung terhadap kegiatan belajar mengajar, seperti ruang kelas dan perpustakaan (Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007). Tak ada negosiasi. Pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan memadai adalah modal penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 memaparkan jumlah sekolah dasar yang mencapai 148.244. Jika dipecah, terlihat penurunan jumlah SD Negeri sebanyak 48 sekolah dibanding tahun ajaran sebelumnya. Di sisi lain, jumlah SD yang dikelola swasta terhitung bertambah sebanyak 789 sekolah.

Pada 2017, jumlah SD Negeri tercatat sebanyak 132.022, sementara pada 2018 tercatat sebanyak 131.974 unit. Sedangkan SD Swasta jumlahnya meningkat, dari 15.481 unit pada 2017 menjadi 16.270 unit di tahun berikutnya.

Dalam data, terklasifikasi tiga tingkat kerusakan, mulai dari ringan, sedang, hingga berat. Meski ada perbaikan di tahun ajaran 2017/2018, tapi persentase ruang kelas yang rusak dan rusak berat masih di atas 50 persen. 

Pada 2018, kondisi ruang kelas yang rusak ringan atau sedang tercatat sebanyak 63,59 persen dari total jumlah SD yang ada. Sedangkan SD yang rusak berat totalnya mencapai sepuluh persen. Artinya, hanya 26,41 persen SD yang tercatat dalam kondisi baik.