Terawan yang Harusnya Belajar dari Menkes Singapura
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto jadi sorotan setelah informasi adanya dua orang warga negara Indonesia yang terjangkit virus corona atau COVID-19 di Indonesia, yang kini diisolasi di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta. 

Sorotan kepada Terawan ini bernada negatif. Sebab, gaya komunikasi Terawan yang dianggap tak serius oleh beberapa pihak, salah satunya soal 'pasien corona sudah bisa bermain telepon genggam.'

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, Terawan tak menjalankan fungsinya sebagai pejabat publik, atau tepatnya Menteri Kesehatan Indonesia. Alasannya, dengan pernyataan semacam itu, dia dianggap mengaburkan informasi adanya masyarakat yang terdampak virus COVID-19.

"Terawan tidak menjalankan fungsi diri sebagai pejabat publik, terlebih sebagai Menkes, karena terbukti tidak akurat dalam memberikan informasi, bahkan cenderung mengaburkan informasi adanya masyarakat terdampak," kata Dedi ketika kami hubungi lewat pesan singkat, Senin, 2 Maret.

Cara Terawan menghadapi virus COVID-19 pun tampak berbeda dengan Menteri Kesehatan Singapura Gan Kim Yong. Dalam sebuah unggahan di Youtube milik MothershipSG, Gan Kim Yong menjelaskan berbagai cara agar terhindar dari penularan virus itu, seperti dengan mencuci tangan secara teratur menggunakan air dan sabun, tidak menyentuh wajah. Selain itu dia juga menjelaskan secara rinci mengenai penyebaran virus COVID-19 itu kepada warganya.

Melihat gaya Gan Kim Yong dalam video ini jauh berbeda dengan Terawan. Dari unggahan video selama 5 menit tersebut tak ada pernyataan Gan Kim Yong yang mengatakan doa bisa menghindarkan warga dari virus tersebut.

Berbeda dengan Terawan, dia malah menyebut warga untuk tetap berdoa agar terlindung dari virus ini. Bahkan ucapan ini dia lontarkan lagi ketika usai mengunjungi RSPI Sulianto Saroso pada Senin, 2 Maret.

"Berjuang bersama-sama, kita lawan itu (virus) korona dengan berdoa. Kita andalkan Yang Maha Kuasa, tapi kita terus berikhtiar sesuai bidang kita masing-masing," kata Terawan.

Kembali ke soal bagaimana Terawan menginformasikan soal penyebaran virus COVID-19 di Indonesia, menurut Dedi, kini sudah bukan waktunya untuk belajar melakukan penanganan, karena hal itu sudah terlambat.

Menurut dia, kini Menteri Kesehatan bersama pemegang kebijakan lainnya, harus memutar otak agar penyebaran virus ini bisa dikendalikan dan tak menimbulkan trauma di tengah masyarakat.

"Kondisi hari ini, tidak ada pilihan lain, kecuali pemerintah segera berupaya keras melindungi warga yang belum terdampak, terutama melindungi lingkungan masyarakat yang terdampak agar tidak terjadi trauma, bahkan mendiskreditkan masyarakat yang dekat dengan pasien," ungkapnya.

Informasi satu pintu, kata Dedi juga perlu dilakukan setelah dua orang terjangkit virus COVID-19 di Indonesia. Hal ini penting dilakukan agar tak ada otoritas yang saling bicara di tengah publik dan menimbulkan disinformasi.

Berkaca dari hari ini saja, setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang yang terpapar virus tersebut, Wali Kota Depok Mohammad Idris dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung mengadakan konferensi pers, belum lagi sejumlah kementerian terkait dan anggota DPR yang ikut menyumbangkan suara mereka.

Sehingga, Dedi bilang, Kementerian Kesehatan melalu Menteri Kesehatan harusnya menjadi pintu tempat informasi resmi disampaikan pada publik agar tidak terjadi kesimpangsiuran di tengah masyarakat dan membuat kepanikan.

"Informasi sensitif semacam ini harus ada otoritas utama, Menkes. Sementara lainnya hanya mendistribusikan ulang," tegasnya.

Sebab, bukan tak mungkin kondisi ini akan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menggalang simpati. Sehingga, segala informasi terpecaya harusnya dilakukan melalui Terawan sebagai pucuk pimpinan Kementerian Kesehatan.

Jika memang Terawan dirasa tak begitu mumpuni untuk bicara di publik, mengangkat seorang juru bicara untuk menyampaikan informasi terkait COVID-19 ini perlu dilaksanakan. Sehingga, segala informasi bisa disampaikan dengan baik.

Karena dalam kondisi seperti ini otoritas terkait diharapkan tak menutupi apapun dari masyarakat. "Berharap warga tidak panik itu baik tetapi tidak terbuka itu akan sangat buruk," ungkap Dedi.

Diberitakan sebelumnya, dua WNI dinyatakan terjangkit virus COVID-19 setelah melakukan kontak dengan seorang warga negara Jepang. Temuan tersebut merupakan kasus pertama di wilayah Indonesia, yang selama ini pemerintah mengaku belum ada penyebaran virus.

Pengumuman soal adanya warga yang terjangkit virus yang berasal dari Kota Wuhan, China ini disampaikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo.

"Minggu yang lalu ada informasi, bahwa ada orang Jepang yang ke Indonesia kemudian tinggal di Malaysia dan di cek di sana ternyata positif corona. Tim dari Indonesia langsung menelusuri orang Jepang ini ke Indonesia bertamu ke siapa, bertemu dengan siapa ditelusuri dan ketemu," kata Jokowi di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin, 2 Maret.

Setelah ditemukan, dari hasil penelusuran terdapat dua orang yang lantas positif terjangkit virus COVID-19 akibat berhubungan dengan warga Jepang tersebut. Adapun hubungan keduanya adalah ibu dan anak yang berusia 64 tahun dan 31 tahun.

"Dicek dan tadi pagi saya mendapatkan laporan dari Pak Menkes bahwa ibu ini dan putrinya positif corona," ungkap Jokowi.

Kedua pasien positif corona tersebut dalam kondisi yang cukup baik, meskipun masih mengalami batuk-batuk. Mereka ada di ruang isolasi yang gedungnya terpisah dengan gedung utama RSPI Sulianti Suroso. 

Perawatan yang dilakukan terhadap dua pasien tersebut dilakukan layaknya merawat orang terjangkit flu. Virus ini dianggap sebagai self limited disease. Sehingga untuk penyembuhan perlu dilakukan peningkatan imunitas tubuh.