Kerugian Transaksi Bisnis Akibat Banjir Februari Tak Sebesar Januari
Ilustrasi banjir (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kerugian transaksi ekonomi akibat banjir Jakarta yang terjadi pada Selasa, 25 Februari tidak sebesar banjir pada awal tahun, 1 Januari.  

Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Sarman Simanjorang memperkirakan, pusat bisnis Jakarta mengalami kelumpuhan ekonomi hingga Rp56 miliar pada banjir 25 Februari. Penyebab utamanya karena banyak pertokoan yang tutup pada banjir di hari kerja.

"Sebenarnya, tidak semua toko yang tutup karena kawasannya terdampak banjir. Namun, kebanyakan toko yang tutup karena karyawan yang memegang kunci kios tidak masuk. Seperti yang kita tahu, banyak toko yang kuncinya dipegang karyawan," kata Sarman saat dikonfirmasi, Minggu, 1 Maret 2020. 

Sementara, pada kawasan pertokoan yang tidak terdampak banjir juga mengalami penurunan keuntungan hasil penjualan. Sebab, kata Sarman, masyarakat memiliki pola pikir bahwa keluar pada musim hujan itu merepotkan mereka. 

"Kalau mendung, mereka jadi enggan keluar rumah. Yang mau makan siang, belanja, akhirnya mengurungkan niatnya meskipun rumahnya tidak terdampak banjir," ujar dia.

Dia menjelaskan, total kerugian transaksi pusat bisnis mencapai Rp56,72 miliar. Pertokoan ritel mengalami penurunan jumlah pembeli hingga 50 persen. Selain itu, dari 1.000 toko ritel di Jakarta, sekitar 400 toko tutup karena banjir tersebut. 

Perhitungan Sarman, jika tiap ritel biasa didatangi 80 orang, maka pada hari itu hanya 16 ribu orang yang datang ke toko ritel. 

"Jika rata-rata pelanggan menghabiskan Rp250 ribu dalam satu hari ke toko, itu artinya taksiran kerugian transaksi sekitar Rp4 miliar pada toko ritel," ungkapnya. 

Selannjutnya, ada 20 toko tradisional dengan sebagian kios tutup pada saat banjir. Diperkirakan total 2,5 ribu kios tak buka. Dengan omzet Rp500 ribu per hari, maka kerugian mencapai Rp1.250.000.000.

Restoran juga mengalami penurunan omzet rata-rata 50 persen. Kata Sarman, dengan total 3.957 outlet restoran di Jakarta, diperkirakan kerugian transaksi sekitar Rp1.978.500.000 dalam sehari.

Rata-rata, kawasan dengan kerugian paling parah berada di Kelapa Gading dan Glodok, Mangga Dua.

Sekitar 80 persen dari 9 pusat bisnis di Kelapa Gading tutup seharian. Total kerugian ekonomi diperkirakan Rp18 miliar. Sementara, kawasan Glodok, Mangga Dua ada 6.300 kios tutup atau sekitar 60 persen dari 21 lokasi pusat perbelanjaan di sana. Total kerugian mencapai RP 31,5 miliar. 

"Kerugian pendapatan yang dialami toko retail pada banjir 25 Februari kemarin memang tidak separah pada 1 Januari. Sebab, pada saat banjir awal tahun kemarin, banyak toko yang tidak mengantisipasi karena sibuk berkegiatan pada malam tahun baru," ungkapnya. 

Sementara, berdasarkan rilis dari Sarman pada 14 Januari, dia menyatakan, banjir yang melanda wilayah Jakarta pada 1 Januari lalu membawa kerugian materi bagi pelaku usaha. Perkiraannya, kerugian tersebut bisa mencapai Rp1 triliun. 

Sarman menjelaskan kerugian tersebut berdasarkan perputaran penghasilan sejumlah tempat usaha yang semestinya beroperasi. Namun, karena banjir melanda perputaran uang tersebut lumpuh. 

"Banjir ini sangat memukul pelaku usaha di berbagai sektor, seperti retail, restoran, pelaku UMKM, destinasi wisata, pengelola taksi, Grab dan Gojek," tutur Sarman. 

Pada sektor retail, Sarman memperkirakan ada 400 toko yang terdampak langsung sehingga tidak bisa melayani pelanggan. Perhitungan dia, jika satu toko memiliki pelanggan sekitar 100 orang dengan asumsi belanja rata-rata Rp250 ribu per orang, maka kerugian bisa mencapai Rp10 miliar per hari. 

Sarman berasumsi, pusat perbelanjaan kehilangan 50 persen pengunjung saat banjir. Biasanya, saat libur tahun baru pengunjung bisa mencapai 5.000 orang dengan asumsi belanja Rp200 ribu. Kala itu, transaksi bisa mencapai Rp82 miliar dengan total 82 mal di Jabodetabek. "Jika pengunjung turun sekitar 50 persen, maka kerugian transaksi mencapai Rp41 miliar," ungkap dia. 

Selain itu, terdapat 28 pasar tradisional yang terkena imbas banjir dengan jumlah pedagang sebanyak 250 per pasar dan 7.000 pedagang. "Jika rata rata penjualan sekitar 500.000 per pedagang maka kerugian transaksi mencapai Rp3,5 miliar," katanya. 

Selanjutnya, jumlah outlet restoran di DKI Jakarta yang terdampak banjir sebanyak 3.957. Ada penurunan omzet rata-rata 50 persen tiap restoran. Jika setiap restoran memiliki transaksi minimal Rp2 juta, maka kerugian transaksi mencapai Rp7,9 miliar.

Lebih lanjut, Sarman memperkirakan sektor transportasi mengalami penurunan omset mencapai 70 persen. Jumlah taksi online di Jabodetabek mencapai 36.000 kendaraan. Jika omzet menurun sekitar Rp100 ribu, maka kerugian transaksi mencapai Rp3,6 miliar.

"Sementara, jumlah ojek online di Jabodetabek mencapai 1.250.000 pengemudi. Jika omzet turun menjadi rata rata Rp25 ribu, maka kerugian transaksi mencapai Rp31,25 miliar," jelas dia. 

Selain itu, sektor pariwisata turut mengalami penurunan penghasilan. Pengunjung Ancol, Kota Tua, Monas, TMII, dan Kebun Binatang Ragunan tentu mengalami penurunan. Asumsi dia, tempat wisata tersebut berkurang 50-70 persen.

"Kerugian transaksi di Ancol bisa mencapai Rp15,5 miliar, Kota Tua beserta seluruh museumnya bisa mencapai Rp3,5 miliar, Monas mencapai Rp10 miliar, TMII mencapai Rp3,15 miliar, dan Ragunan mencapai Rp5,4 miliar," bebernya. 

Jika dijumlahkan secara keseluruhan kerugian transaksi dari sisi perputaran uang akibat banjir ekstrim 2020 bisa mencapai sebesar Rp.135.054.000.000 per hari. Jika dikalikan selama 5 hari musim liburan dalam kondisi banjir, maka taksiran kerugian mencapai minimal Rp675 miliar. 

Perhitungan itu belum ditambah kerugian langsung pedagang pasar yang dagangannya tidak laku, serta biaya perbaikan sekitar 1.500 taksi yang sempat terendam. 

"Jika ditambah dengan kerugian langsung terhadap taksi dan pedagang pasar sekitar Rp370 miliar, maka perkiraan kerugian mencapai Rp 1,05 triliun," sebut Sarman.