Janji Anies Tak Akan Komersialisasi TIM di Hadapan Komisi X DPR
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi X DPR RI memanggil jajaran Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam rapat dengar pendapat (RDP) membahas penolakan komersialisasi terhadap revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). 

Jajaran Pemerintah Daerah DKI yang datang di antaranya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Sekretaris Daerah DKI Saefullah, Dirut PT JakPro, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi, para Wakil Ketua DPRD, serta jajaran Komisi B DPRD. 

Dalam rapat ini, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyampaikan keluhan seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (FSPTIM). Para seniman, kata Syaiful, khawatir adanya komersialisasi dari pengelolaan prasarana dan sarana TIM setelah direvitalisasi oleh PT Jakarta Propertindo (JakPro). Sebab, JakPro merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau perusahaan daerah yang berorientasi mencari keuntungan dari penyertaan modal daerah (PMD) yang diterima. 

"Kepada mas Gubernur, kami mempertanyakan kenapa melibatkan JakPro untuk mengelola sarana di TIM sampai 28 tahun. Para seniman mengkhawatirkan nasib mereka dan tak ingin adanya komersialisasi pascarevitalisasi," kata Syaiful setelah membuka rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Februari. 

Komisi X DPR rapat dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Diah Ayu Wardani/VOI)

Anies menjawab, meski berbentuk perusahaan, JakPro sebagai BUMD mendapat tugas melakukan pembangunan fasilitas untuk kepentingan daerah, bukan semata-mata mencari keuntungan. Selain itu, JapPro ditunjuk sebagai pengelola sarana di TIM karena bisa bekerja lebih fleksibel dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yakni Dinas Kebudayaan saat melakukan kerja sama dengan pihak swasta. 

Dia menjamin JakPro tak akan mengomersialisasi kawasan TIM. Sebab, pengelola konten kesenian yang digelar di kawasan TIM dipegang oleh lembaga kurator Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). 

"JakPro mengelola infrastrukturnya karena tidak punya kompetensi dan track record di bidang kesenian. Kalau aktivitas kesenian, kontennya adalah di DKJ dan Dinas Kebudayaan," ucap Anies. 

Menanggapi ini, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Rano Karno menyimpulkan bahwa ada komunikasi yang tidak berjalan secara menyeluruh antara Pemprov DKI dengan para seniman.  Menurut dia, polemik revitalisasi TIM harusnya bisa diselesaikan di tingkat provinsi. Namun, buruknya komunikasi dan sosialisasi pengerjaan revitalisasi yang membuat DPR mesti turun tangan. 

Rano menerangkan, seluruh anggota DPR mendukung revitalisasi. Namun, Anies dan jajarannya harus memperbaiki komunikasi dengan seniman dan mempertanggungjawabkan janji bahwa TIM tak akan dikomersialisasi. 

"Kita jangan sampai alpa dengan sejarah. TIM dibuat pada tahun 1968 pengelolaannya diserahkan pada DKJ. Perhatikan senimannya. Saya hanya ingin memegang pernyataan Gubernur bahwa pengelolaan konten hanya seniman dan DKJ," tutur Rano.

Menanggapi hal tersebut, Anies berjanji akan meningkatkan meningkatkan komunikasi dengan para seniman. Namun, suara yang akan didengar jajaran Pemprov DKI adalah lembaga resmi yakni DKJ. 

"Insyaallah kita akan intensifkan lagi komunikasi. Menyangkut pelibatan channel-nya, kami menggunakan institusi yang jelas yakni DKJ, sehingga kita tau kita tau dengan siapa harus berinteraksi," tutur Anies dalam kesimpulannya. 

Sebagai informasi, mulanya penolakan ini lantang disuarakan beberapa pegiat seni pada diskusi bertajuk "PKJ-TIM Mau Dibawa ke Mana?" yang digelar di Pusat Dokumentasi HB Jassin, TIM, pada Rabu, 20 November  2019. Dalam diskusi tersebut, sejumlah penggiat seni di TIM menolak pembangunan hotel bintang lima. 

Ketua FSPTIM Radhar Panca Dahana mengangap pembangunan hotel mewah bertolak belakang dengan mukadimah TIM sebagai pusat seni kreatif dan seni hiburan. Hal itu tertuang pada Surat Keputusan mantan Gubernur DKI Ali Sadikin saat meresmikan TIM pada tahun 1968.

Sebenarnya, Radhar tidak menolak adanya revitalisasi TIM. Namun, mereka secara tegas menolak komersialisasi TIM dalam bentuk pembangunan hotel mewah. Belum lagi, jajaran Pemprov DKI seakan menjadi tembok bisu melihat upaya penolakan hotel tersebut. 

"Kami bukannya menolak revitalisasi, TIM jadi baru itu oke, tapi jangan dengan arogansi kekuasaan itu. Ajaklah bicara kita sebagai pemangku kepentingan utamanya. Dia baru berapa tahun jadi gubernur, kita sudah 50 tahun jadi seniman kok gak diajak ngomong," ucap Radhar.

Saat ini, revitalisasi TIM tetap berjalan. Progres revitalisasi TIM sudah masuk pada pembangunan tahap 2, yakni revitalisasi gedung Graha Bakti Budaya (GBB) yang mulai dilakukan pembongkaran. Gedung GBB akan dibangun kembali dengan rancangan desain modern dan minimalis. 

Sementara, pembangunan tahap 1 yang dimulai lebih dulu masih terus berjalan. Pembangunan tersebut meliputi perbaikan gedung parkir, Masjid Amir Hamzah, gedung perpustakaan, Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin, selasar publik, galeri seni, area ruliner, kios retail, dan wisma seni.