Banyaknya Penghentian Kasus KPK di Tiga Bulan Kepemimpinan Firli
Firli Bahuri dalam pelantikan Ketua KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tiga bulan, Firli Bahuri cs menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap 36 perkara yang sedang diselidiki. Lembaga antirasuah menyebut penerbitan SP3 dilakukan demi memberi kepastian status hukum bagi pihak di dalam kasus dan memenuhi asas keterbukaan serta akuntabilitas pada publik.

Terkait kasus apa saja yang penyelidikannya dihentikan, Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri memang tak spesifik membeberkannya. Namun, menurutnya kasus ini berhubungan dengan korupsi di BUMN, Kementerian dan anggota DPR RI.

"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi telah menghentikan 36 perkara di tahap penyelidikan. Hal ini kami uraikan lebih lanjut sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan dan akuntabilitas pada publik sebagaimana diatur di Pasal 5 UU KPK," kata Ali lewat keterangan tertulis, Jumat, 21 Februari.

Jaksa penutut umum (JPU) KPK itu juga menyatakan, ada dua alasan mengapa penyelidikan terhadap 36 kasus ini diberhentikan. Pertama, penyelidikan puluhan kasus ini sudah dilaksanakan sejak 2011 yang lalu. Kedua, kasus ini dianggap tak cukup untuk naik ke tingkat penyidikan karena tidak memiliki bukti yang cukup, bukan termasuk tindak pidana korupsi, dan alasan lainnya yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

Firli Bahuri dalam pelantikan Ketua KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Ali membantah jika penghentian penyelidikan kasus korupsi ini baru terjadi di era Firli Bahuri cs. Kata dia, zaman kepemimpinan Agus Rahardjo periode 2014-2019 ada ratusan kasus yang telah dihentikan penyelidikannya. Apalagi penghentian perkara ini diamanatkan dalam undang-undang KPK baru hasil revisi.

"Perlu juga kami sampaikan, penghentian perkara di tingkat penyelidikan ini bukanlah praktik yang baru dilakukan saat ini saja di KPK. Data 5 tahun terakhir sejak 2016 KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus," tegasnya.

Selain membantah jika penghentian ini baru pertama kali terjadi, Ali juga memastikan jika kasus yang dihentikan bukanlah kasus dugaan korupsi divestasi PT Newmont yang menyeret nama Ketua KPK Firli Bahuri. "Saya pastikan, jelas bukan termasuk itu," ungkapnya.

Diketahui, dalam kasus itu nama Firli mencuat karena dia pernah bertemu dengan Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi yang merupakan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB). Saat pertemuan itu berlangsung, Firli tengah menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Dalam kesempatan itu, Fikri juga membantah lembaganya itu menghentikan penyelidikan atas beberapa kasus besar yang tengah diusut seperti kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), skandal Bank Century, dan kasus megakorupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Menurutnya, pengusutan terhadap kasus ini akan terus berjalan.

Antisipasi penyalahgunaan wewenang

Terkait penghentian penyelidikan puluhan kasus korupsi ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai jangan sampai Firli Bahuri cs melakukan penyalahgunaan wewenang atau abuse of power dalam lembaga antirasuah tersebut. Apalagi, menurut peneliti ICW, Wana Alamsyah penyalahgunaan wewenang ini mungkin terjadi mengingat Firli saat ini berstatus polisi aktif.

"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara. Apalagi ketua KPK merupakan polisi aktif sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan pada saat menghentikan kasus tersebut terutama yang diduga melibatkan unsur penegak hukum," kata Wana lewat keterangan tertulisnya pada VOI, Jumat, 21 Februari sambil menambahkan kasus ini bisa saja terkait dengan kepala daerah, aparat penegak hukum, dan anggota legislatif.

Peneliti ini menilai, tiap kasus yang akan dihentikan oleh KPK tentunya harus melalui mekanisme yang ada. Sehingga, Wana mempertanyakan apakah ada gelar perkara sebelum penentuan penghentian penyelidikan kasus korupsi tersebut. Sebab, tiap proses penghentian ini harusnya melibatkan setiap unsur, mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum.

"Apabila ke 36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara?" tanya dia.

Gedung KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Dia juga menilai, 36 kasus yang dihentikan Firli Bahuri yang baru menjabat juga terlalu banyak. Alasannya, berdasarkan catatan KPK, dalam lima tahun terakhir hanya ada 162 kasus yang penyelidikannya dihentikan. Ini berarti, di era kepemimpinan Agus Rahardjo cs rata-rata kasus yang dihentikan setiap bulannya berkisar dua kasus.

"Tapi sejak pimpinan baru dilantik (20 Desember 2019), sudah ada 36 kasus yang dihentikan atau sekitar 18 kasus per-bulannya," tegasnya.

Wana juga menyebut, hingga tiga bulan menjabat belum ada kasus yang benar-benar disidik oleh pimpinan era Firli. Menurut Wana, kasus Bupati Sidoarjo dan Komisioner KPU hanyalah warisan pimpinan sebelumnya.

"Dengan banyaknya jumlah perkara yang dihentikan oleh KPK pada proses penyelidikan, hal ini menguatkan dugaan publik bahwa kinerja penindakan KPK akan merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya," tutupnya.