DPR Serukan Agar Ada Pengawasan dari Penegak Hukum Terkait RIPH Bawang Putih
Ilustrasi bawang putih. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kebijakan Kementerian Pertanian dalam pemberian rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) untuk komoditas bawang putih kian menuai kritik. Dewan dan sejumlah kalangan menyerukan agar penegak hukum juga mengawasi pemberian rekomendasi itu.

Selain ketidaktransparanan pemberian kuota dan importir, ada dugaan pengistimewaan pihak tertentu dalam hal tersebut. Transparansi diperlukan untuk mencegah adanya importir jadi-jadian dan jual-beli kuota.

Anggota Komisi IV Andi Akmal Pasludin mengungkapkan banyak prosedur yang dilanggar dalam hal ini. Banyak perusahaan baru yang dapat rekomendasi tetapi tidak ikut persyaratan mutlak RIPH. Saat rapat dengar pendapat (RDP) Kementan dengan DPR, Dewan mengungkapkan banyak kejanggalan. Dia berharap pengawas hukum seperti KPK menyelidiki ini.

"Jangan sampai jual beli kuota saja. Ini hanya modal selembar persetujuan RIPH itu bisa dijual ke mana-mana. Ini membuat pangan kita enggak terkontrol. Kami ingin yang impor disaring,” kata Andi Akmal, Kamis 20 Februari.

Di RDP, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar Alien Mus juga mempertanyakan hal sama. Dia mempertanyakan satu perusahaan yang dominan jumlah impornya ketimbang lainnya dalam RIPH buah.

"Kementan baru mengeluarkan izin RIPH kepada 3 perusahaan yaitu Laris Manis Utama, Cherry Fruit, Karunia Alam Raya Sejati. Tapi di sini ada kejanggalan dari ketiga perusahaan tersebut ada 1 perusahaan yang betul-betul jumlah impornya melebihi lainnya," ujarnya.

Laris Manis Utama tercatat sudah mengimpor komoditas holtikultura sebanyak 11.000 ton. Sedang Cherry Fruit diberikan impor 412 ton. Sementara, Karunia Alam Raya Sejati sebanyak 350 ton.

Demikian pula dengan total izin yang sudah dikeluarkan dari total 100 perusahaan yang mengajukan izin RIPH, Alien Mus mempertanyakan, mengapa baru 13 perusahaan yang sudah diberi izin.

Terhadap RIPH, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mendukung DPR mempermasalahkan kuota impor bawang putih.

"Nah ini kondisinya terbalik, kita butuhnya 100 dan yang tersedia cuma 20, kemudian sisanya 80 impor. Bagaimana ceritanya pakai sistem kuota? Itu sudah pasti tidak benar," katanya.

Enny juga mengkritisi syarat boleh impor kalau menanam. Menurutnya itu sangat aneh. Petani dan pedagang adalah dua profesi yang sangat berbeda. 

Terhadap impor, Kemendag mengaku, saat ini baru 62.000 ton bawang putih yang lolos pengajuan Surat Perizinan Impor (SPI) dari kuota 103.000 ton yang diberikan Kementan.

Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menuturkan, sejumlah perusahaan importir baru yang harus diperiksa secara mendalam soal berkas pengajuan SPI-nya.

"KMI cek lagi terutama kalau perusahaan baru kita harus cek," kata Agus usai menghadiri launching Jenderal Kopi Nusantara Buwas di kantor pusat Perum Bulog, Jakarta, Rabu 19 Februari.

Kementan, sebaliknya menyatakan tak ada konflik kepentingan  pemberian RIPH. Dirjen Holtikultura Kementan Prihasto Setyanto usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, membantah tudingan RIPH tak transparan. Prihasto mengatakan pemberian RIPH sudah dilakukan secara terbuka. Dia juga membantah ada  konflik kepentingan dalam pemilihan importir. Namun dia tidak membeberkan perusahaan-perusahaan yang diberikan RIPH dengan kuota masing-masing. 

"Kata siapa kurang terbuka. Enggak. Kan dugaan saja. Semua terbuka," katanya.