Nadiem dan DPR: Sudah <i>Clear</i>, Tak Ada Konflik Kepentingan Pembayaran SPP Pakai GoPay
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, angkat bicara terkait sistem pembayaran GoPay yang mulai merambah ke ranah pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) di sekolah. Fitur itu bernama GoBills.

Nadiem menegaskan, tidak ada konflik kepentingan antara dirinya sebagai Mendikbud dan dirinya sebagai pendiri Gojek, perusahaan start-up yang menaungi GoPay.

Awalnya, Nadiem menjelaskan, sistem pembayaran SPP sekolah lewat fitur GoPay memang sudah direncana selama bertahun-tahun sebelumnya. Fitur ini merupakan sebuah antisipasi akan kompetisi dompet digital di Indonesia.

"Tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Itu adalah hal yang terjadi di pasar kompetisi sengit, di antara dompet digital, di mana semua bisa menerima apapun, mau itu GoPay, mau itu OVO, mau itu LinkAja, mau itu DANA," katanya, dalam rapat kerja dengan Komisi X, Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Februari.

Persaingan dompet digital ini, kata Nadiem, merupakan bentuk fenomena digitalisasi sistem keuangan di Indonesia. Nadiem menegaskan, pembayaran SPP sekolah dengan GoPay tidak ada kaitannya dengan dirinya.

"Tidak akan pernah Kemendikbud, saya ulang lagi, tidak akan pernah Kemendikbud terutama menterinya sendiri melakukan apapun yang melanggar conflict of interest, yang menciptakan conflict of interest yaitu perbenturan kepentingan dan ini harus saya tekankan," katanya.

"Semua yang berhubungan dengan perusahaan sebelum saya. Di mana saya sudah melepaskan semua kewenangan semua posisi dan itu mohon ditanya langsung kepada perusahaannya," lanjutnya.

Metode Pembayaran SPP Kebijakan Sekolah

Nadiem menegaskan, bayar SPP pakai GoPay bukan kebijakan Kemendikbud. Menurut dia ini adalah kebijakan sekolah masing-masing. Kemendikbud juga tidak mengatur sama sekali mengenai metode pembayaran SPP sekolah.

"Sekolah itu bebas memilih mau dia bank apa, mau dia dompet digital apa," katanya.

Di dalam rapat, Nadiem beberapa kali juga menepis menganai isu konflik kepentingan antara dirinya sebagai Mendikbud dan dirinya sebagai pendiri Gojek terkait pembayaran SPP mengunakan GoPay.

"Bayangkan kalau misalnya anggota-anggota di Komisi X itu kalau menggunakan GoFood itu artinya ada konflik kepentingan dengan saya?," katanya sembari tertawa.

Mendikbud, Nadiem Makarim hadir dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR. (Mery Handayani/VOI)

Nadiem menjelaskan, GoPay sebagai salah fitur dompet digital di Indonesia sudah menjadi lumrah digunakan banyak masyarakat.

"Mohon maaf kalau saya sedikit jengkel dengan comment-comment seperti ini. Tapi ya enggak apa ini namanya demokrasi dan di demokrasi kita harus selalu mempertanggungjawabkan kritik apapun di masyarakat dan karena itu saya menjawab hari ini ya," katanya.

DPR Tak Mempermasalahkan

Wakil Ketua Komisi X Dede Macan Efendi mengatakan, tidak hanya SPP, pembayaran telkom, listrik atau apapun saat ini sudah masuk dalam era digitalisasi e-money dan itu bagian dari proses. Jika ada sekolah yang menggunakan dompet digital sebagai metode pembayaran, itu adalah hak sekolah.

Namun, kata Dede, Kemendikbud tidak boleh mendorong maupun mengusulkan apapun metode pembayarannya. Sebab, Indonesia menerapkan asas keadilan.

"Saya sudah cek dengan Kemendikbud ada arahan, rekomendasi, ada permintaan, tidak ada. Oke. Berarti clear. Pak Menteri kalau tidak salah dia hari ini mengeluarkan statement mengenai ini, mengatakan dia tidak mengarahkan apapun. Konsen kami kalau sampai ada arahan itu yang tidak boleh," tutur Dede.

Komisi X, kata Dede, menganggap ini bukan sebagai sebuah kebijakan, karena sifatnya siapapun boleh menggunakan apapun dompet digital tersebut. Menurut Dede, pihaknya akan mempertanyakan secara mendalam jika ini berupa kebijakan resmi dari Kemendikbud.

"Pertanyaan saya apakah ada pernyataan dari pihak kementerian bahwa harus menggunakan a, b, atau c enggak? Tidak ada kan. Kita tidak bisa melarang juga, karena itu dilakukan oleh sekolah bukan oleh pihak kementerian. Sekolah yang menggunakan misalnya ada pakai OVO, DANA, dan lain-lain. Lumayan banyak, terutama swasta yang menggunakan," ucapnya.