Kematian Pertama Kasus Virus Corona di Kapal Pesiar Diamond Princess
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, Kamis, 20 Februari, dua orang penumpang kapal pesiar Diamond Princess dinyatakan tewas karena terpapar virus corona atau COVID-19. Ini menjadi kasus kematian pertama dalam penyebaran virus di kapal yang berlabuh di Jepang tersebut. 

Melansir NHK, Pemerintah Jepang mengatakan, kedua orang yang tewas itu adalah warga negara mereka. Mereka yang tewas adalah seorang pria berusia 87 tahun dan wanita 84 tahun.

Minggu lalu setelah kedua orang tersebut ketahuan mengalami masalah kesehatan yang disebabkan virus corona, mereka diturunkan dari kapal. Mereka kemudian dirawat di rumah sakit dekat sana. Sayangnya nyawa mereka tak tertolong.

Saat ini tercatat korban tewas di Jepang akibat virus corona sekarang menjadi tiga orang. Sementara jumlah kasusnya mencapai 84 orang.  

Di kapal pesiarnya itu, tercatat dari 3.700 orang baik penumpang maupun kru, 621 orang telah dites dan positif terpapar virus COVID-19. 

Penanganan Pemerintah Jepang dinilai tidak optimal 

Salah seorang ahli penyakit menular dari Universitas Kobe Jepang yang menjadi salah satu tim bantuan medis di kapal pesiar itu lewat akun YouTube-nya menjelaskan, penanganan virus corona di sana kurang maksimal. Dia menyaksikan sendiri apa yang terjadi dalam kapal pesiar itu sungguh mengejutkan. 

"Pengendalian infeksi virus corona di kapal pesiar itu sama sekali tidak memadai," kata Iwata dalam videonya yang diunggah kemarin. 

Iwata menambahkan, di kapal tersebut tidak ada zona pemisah antara orang yang bebas terinfeksi dan yang berpotensi terkontaminasi virus. 

"Tidak ada perbedaan antara zona hijau yang menandakan bebas dari infeksi, dan zona merah yang berpotensi terkontaminasi virus," ujarnya.

Sebelumnya, kapal Diamond Princess sudah melabuh di kota Yokohama sejak 3 Februari. Dua hari setelahnya yakni pada 5 Februari kapal itu dikarantina karena mendapat informasi seorang penumpang pria yang turun di Hong Kong pada 25 Januari terpapar corona. Setelah dikarantina selama 14 hari, kemarin pemerintah Jepang berangsur-angsur mulai mengevakusi orang-orang yang berada di kapal. 

Dalam masa karantina, penyebaran virus corona di kapal itu kian tak terbendung. Sampai-sampai jumlah penyebaran di sana menjadi yang terbanyak ke dua setelah Wuhan, China.

Parahnya tingkat persebaran COVID-19 di sana membuat para ahli mempertanyakan strategi pemerintah Jepang dalam mengarantina ribuan orang dalam ruangan tertutup. 

Sementara dalam masa karantina para penumpang dikurung pada kabin mereka, namun anggota kru kapal masih tetap bekerja seperti biasa, saling berbagi ruang, dan dikabarkan tidak diberikan pelindung tubuh maksimal saat berinteraksi dengan penumpang. 

Iwata yang sudah hampir dua dekade menangani penyakit menular seperti SARS 2003 di China dan Ebola di Afrika, tidak pernah merasa takut terkena infeksi. Namun dalam kasus Diamond Princess ini adalah pengecualian baginya, ia mengaku ketakutan. 

"Saya sangat takut karena tidak ada cara untuk mengetahui di mana virus itu berada. Tidak ada zona-zona yang menjadi penanda mana yang terinfeksi dan yang tidak," kata Iwata. 

Selain itu Iwata juga menambahkan tidak ada orang profesional yang menanganinya. "Semua yang bertanggung jawab atas segalanya adalah birokrat."

Ada WNI yang kena virus COVID-19 di kapal tersebut

Dalam kapal pesiar itu berkumpul orang-orang dari mancanegara termasuk Indonesia. Empat dari 78 orang WNI yang ada di sana, turut terinfeksi virus corona. 

Presiden Joko Widodo menyatakan mereka yang terinfeksi tersebut telah dibawa ke rumah sakit di Jepang untuk menjalani perawatan. 

"Sampai saat ini saya telah menerima info ada empat yang positif kena virus corona di kapal pesiar Diamond di Jepang. Itu sudah dibawa ke RS di Jepang. KBRI selalu memantau itu," ujar Jokowi di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis, 20 Februari.

Sementara itu 74 WNI yang lain, kata Jokowi masih terus dipantau pemerintah lewat pihak KBRI maupun otiritas Jepang. Jokowi memastikan mereka akan mendapat perlaukan sesuai prosedur kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).