Sengkarut Problematika Formula E di Monas yang Dianggap Bermasalah
Rapat kerja komisi E DPRD DKI Jakarta (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi E DPRD DKI memanggil jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD), Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), dan Tim Sidang Pemugaran (TSP) untuk mengklarifikasi carut-marut pemberian rekomendasi penyelenggaraan Formula E di kawasan Monas. 

Masalah datang dari bantahan Ketua TACB DKI Mundardjito yang menyebut pihaknya tidak pernah diminta untuk membuat rekomendasi. 

Padahal, dalam surat yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada Ketua Komisi Pengarah Kawasan Medan Merdeka yang diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebutkan, bahwa yang memberikan rekomendasi Formula E di Monas adalah TACB.

Belakangan, ada pengakuan ketidaktelitian berujung salah pengetikan Pemprov DKI dalam menuliskan surat rekomendasi TACB. Maksud Pemprov DKI, pihak yang memberikan rekomendasi adalah TSP. 

Sekretaris Komisi E Jhonny Simanjuntak menganggap kecerobohan tersebut membuktikan bahwa rencana penyelenggaraan Formula E berantakan. Padahal, menurut dia, TACB juga harus diikutsertakan dalam memberikan rekomendasi. 

"Formula E ini rencana kaleng kaleng, karena perencanaan tidak mantap. Ada semacam pemaksaan yang tergopoh-gopoh," kata Jhonny di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Februari. 

Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat DKI Catur Laswanto alasan pihaknya hanya menerima rekomendasi dari TSP karena mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Nomor 1443 Tahun 2017 Tentang TACB dan TSP. 

DKI Jakarta, kata dia, memiliki kekhususan dari provinsi lain dalam mengelola cagar budaya yang tidak memiliki lembaga TSP. TACB hanya bertugas melakukan kajian terhadap bangunan cagar budaya. Sementara, kegiatan yang berkaitan dengan pemugaran di kawasan cagar budaya menjadi ranah TSP. 

"Fungsi TACB melakukan kajian analisis tergadap bangunan cagar budaya. Kalau kajian kaidah pemugaran atas kawasan cagar budaya, seperti dilakukan pembangunan atau revitalisasi, maka tugasnya ada di TSP," jelas Catur. 

Namun, hal tersebut dibantah oleh Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi. Menurut Prasetio, Monas merupakan cagar budaya berskala nasional. Artinya, kekhususan Pemprov DKI hanya meminta rekomendasi dari TSP tidak sah. 

"Monas itu kepanjangannya Monumen Nasional, bukan monja, monumen Jakarta. Intinya, saya anggap surat pernyataan rekomendasi yang datang ke Mensesneg ini surat ilegal," ujar Prasetio. 

Rancangan sirkuit Formula e di Monas (dok. Istimewa)

Berujung penolakan Formula E di Monas

Segala carut-marut dalam proses rekomendasi penyelenggaraan Formula E membuat Fraksi PDIP DPRD DKI menolak ajang balap tersebut digelar di Monas.

Penolakan ini, kata Anggota Fraksi PDIP Merry Hotma, turut disertai kekhawatiran, nantinya penyelenggara Formula E tak mampu memulihkan kawasan Monas seperti sedia kala. 

"Definisi cagar budaya tidak hanya tugu Monas tapi seluruh kawasan itu cagar budaya. Saya menyuarakan Fraksi PDIP menyatakan menolak Formula dilaksanakan di cagar budaya kawasan Monas. Ini sudah terlalu ribet," kata Merry. 

Penolakan Formula E digelar di Monas ternyata tak hanya dilontarkan PDIP. Selepas rapat, Ketua TACB DKI Mundardjito sependapat dengan anggapan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi bahwa Monas merupakan cagar budaya nasional. 

Mundardjito menyebut, ada aturan yang lebih tinggi dari Kepgub Nomor 1443 Tahun 2017 Tentang TACB dan TSP, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Dalam UU Cagar Budaya, pihak yang berhak memberikan rekomendasi atas suatu obyek cagar budaya adalah TACB. 

Mengingat Monas adalah cagar budaya nasional, rekomendasi Formula E juga harus diberikan oleh TACB Nasional. "Saya rasa harus ada rekomendasi dari TACB Nasional. Tapi, secara umum, TACB Nasional tidak memberi rekomendasi di Monas," ucap Mundardjito. 

Dengan begitu, meski mengaku tidak dimintai rekomendasi, Mundardjito secara tegas menolak penyelenggaraan Formula E di Monas. 

"Jadi, jangan di monas lah. Pokoknya cagar budaya Monas buat saya itu suci. Kalau ada yang adu balap mobil dengan bunyi (mesin) 'sroong sroong', itu kayaknya kurang pantas," ungkap dia.