Menerka Respon Masyarakat Sekitar kepada WNI dari China Usai Masa Karantina
WNI dari China usai dikarantina di Natuna. (Foto: BNPB)

Bagikan:

JAKARTA - Masa karantina 238 warga negara Indonesia (WNI) terkait penyebaran virus corona sudah rampung. Alhasil, tak ada satu pun di antara mereka yang terbukti terjangkit virus berbahaya itu.

Ratusan orang itu dipulangkan ke rumah masing-masing, pada Sabtu, 15 Februari. Namun, dengan pemulangan itu, muncul permasalahan baru yang akan dihadapi, yakni respon dari masyarakat sekitar.

Tak menutup kemungkinan, akan ada respon negatif yang akan didapat oleh ratusan WNI itu. Sebab, virus Corona masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, mereka pun bisa menjadi korban perundungkan akibat apa yang sudah dialami.

Kemungkinan-kemungkinan itu pun dibenarkan Sosiolog, Bayu A. Yulianto. Menurutnya, hal itu bisa terjadi jika tidak ada langkah-langkah dari pemerintah untuk meyakinkan masyarakat jika ratusan WNI tersebut tidak terjangkit virus corona atau COVID-19 (corona virus dissease).

"Kemungkinan tetap akan ada, apalagi ketika tidak semua warga terinformasi dengan baik (soal virus corona). Makanya, peran pemerintah penting, terutama pasca karantina, apa saja yang akan mereka kerjakan atau siapkan," ucapnya kepada VOI saat dihubungi, Minggu, 16 Februari.

Agar ratusan WNI itu tak mendapatkan respon negatif, ia mengatakan, pemerintah khususnya di tingkat daerah harus terus menyampaikan segala bentuk informasi-informasi yang berkaitan dengan virus corona kepada masyarakat.

Dengan adanya informasi tersebut, kekhawatiran masyarakat pun akan hilang seiring berjalannya waktu. Terlebih, masyarakat Indonesia pun dikenal memiliki rasa empati yang sangat tinggi.

"Masyarakat kita relatif memiliki empati kemanusiaan yang tinggi terhadap kesulitan-kesulitan semacam ini. Apalagi jika pemerintah bisa meyakinkan masyarakat, bahwa kesiapan negara dalam menghadapi ancaman ini telah terencana dengan baik," papar Bayu.

Di sisi lain, permasalahan justru juga akan muncul pada diri para WNI tersebut. Mereka bisa saja mengalami guncangan psikologis lantaran takut dianggap masyarakat sekitar sebagai penyebar penyakit. Untuk itu, penting bagi pemerintah atau instansi terkait untuk memberikan penjelasan dan pengawasan secara berkala kepada mereka.

Peran keluarga, kata Bayu, sangat penting untuk terus mendampingi para mantan peserta observasi. Sebab, untuk melewati fase tersebut bukanlah perkara yang mudah. Bahkan, jika tak ada pendampingan yang benar, maka, mereka akan menderita depresi yang berkepanjangan.

"Mereka juga harus diyakinkan bahwa mereka betul-betuk bersih dan tidak akan menularkan (virus corona) kepada orang sekitarnya. Kalau masih ada yang belum yakin, negara perlu melakukan pendampingan lanjutan kepada mereka. Sehingga tidak dilepas begitu saja," ungkap Bayu.

Untuk memastikan adanya langkah atau upaya dari pemerintah guna mencegah hal itu terjadi, VOI pun mencoba mengonfirmasi ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Sebab, berdasarkan data yang ada, sekitar 16 peserta observasi merupakan warga Jakarta.

Humas Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr. Irma mengatakan, pihaknya akan melakukan pendampingan terhadap para mantan peseta observasi dan masyarakat. Selain itu, imbauan soal tak perlu adanya rasa takut dengan virus corona ke seluruh lapisan masyarakat juga sudah dilakukan.

WNI yang dikarantina di Natuna. (Foto: BNPB)

"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberikan dampingan kepada peserta observasi maupun masyarakat luas yang membutuhkan layanan kesehatan maupun layanan informasi," kata Irma.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia Handayani, mengatakan, upaya sosialiasi terhadap masyarakat dilakukan dengan membentuk 50 tim penyuluh COVID-19. Berdasarkan data per tanggal 12 Februari, penyuluhan itu pun telah diikuti belasan ribu peserta di hampir seluruh kawasan ibu kota.

"Telah dilakukan sosialisasi dan edukasi kewaspadaan COVID-19 pada 11.063 peserta di 303 lokasi, terdiri atas 165 pemukiman (apartemen, rusun, perumahan, hotel), 69 fasilitas kesehatan, 33 fasilitas Pendidikan, 24 tempat hiburan, dan 12 perkantoran di DKI Jakarta," ungkap Dwi.

Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto juga mengatakan, dalam upaya menghilangkan rasa kekhawarian masyarakat atas pemulangan 238 peserta obsevasi, pihaknya sudah membekali dengan sertifikat untuk membuktikan status kesehatannya.

"Seluruh WNI tersebut juga telah dilengkapi dengan hasil sertifikasi kesehatan dari hasil pemeriksaan oleh pemerintah. Mereka juga mendapatkan pemantauan selama masa observasi itu," jelas Terawan.