Mungkinkah Memulangkan Anak-Anak WNI Eks Kombatan ISIS?
Sebuah mobil hancur terkena serangan di Mosul, Irak (Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah menjadi polemik, pemerintah memutuskan untuk tidak memulangkan 690 warga Indonesia eks ISIS yang berada di wilayah Timur Tengah. Keputusan itu disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD usai rapat bersama otoritas terkait lain.

Angka 689 orang yang disebutkan Mahfud merupakan data yang diperolehnya dari Central Intelligence Agency (CIA) atau badan intelijen Amerika Serikat (AS). Dari data tersebut, tercatat ada 228 orang yang identitasnya sudah teridentifikasi. Sementara, 400 orang lainnya masih belum teridentifikasi.

"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris, tidak akan memulangkan FTF (Foreign Terrorist Fighters) ke Indonesia," kata Menkopolhukam Mahfud MD kepada wartawan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa, 11 Februari.

Keputusan tidak dipulangkannya para warga Indonesia eks ISIS ini karena pemerintah ingin memberikan rasa aman terhadap ratusan juta penduduk Indonesia yang lain. Sebab, jika mantan kombatan dipulangkan, maka bukan tak mungkin akan ada virus teroris baru di tengah masyarakat.

"Kalau FTF ini pulang akan menjadi virus baru yang membuat rakyat yang 267 juta merasa tidak aman," tegas dia.

Meski tak jadi dipulangkan, namun pendataan terhadap ratusan WNI eks ISIS itu akan tetap dilakukan. Tujuannya, agar pemerintah tahu secara persis dan valid mengenai jumlah dan identitas mereka yang bergabung dengan kelompok tersebut.

Pertimbangkan anak

Meski begitu, pemerintah membuka peluang bagi pemulangan anak-anak di bawah usia sepuluh tahun. "Tapi, case by case," ujar Mahfud sambil menambahkan, anak-anak yang dipulangkan hanya mereka yang sudah tidak lagi mempunyai orang tua atau yatim piatu.

Sebelumnya, pemerintah sempat melakukan kajian memulangkan ratusan WNI yang bergabung dengan ISIS dan kini tinggal di tiga kamp: Al Roj, Al Hol, dan Ainisa. Kamp tersebut berada di bawah tiga otoritas kekuasaan, yakni SDF (Syrian Democratic Forces), pemerintah Syria, dan pemerintah dari Kurdistan.

Kajian ini seharusnya baru diputuskan pada bulan Juni mendatang, sebab Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan dia bersama otoritas lainnya tengah menyiapkan dua draft yang akan segera diterima oleh Presiden Joko Widodo untuk memutuskan nasib WNI yang kini jadi kombatan perang ISIS.