Mengapa Indonesia 'Senyap' Menghadapi Virus Corona?
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Suara Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit-Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono meninggi ketika ditanya kenapa pemerintah Indonesia 'santai' dalam menghadapi virus corona, padahal di negara lain persiapannya diniatkan dengan sungguh-sungguh.

Kata Anung menjawab pertanyaan itu, tak perlu teriak-teriak dalam menghadapi virus tersebut. Dia menerangkan, banyak langkah dan antisipasi yang dilakukan pemerintah untuk mencegah virus corona mewabah di Tanah Air. Ini pula yang membuat pemerintah tenang dalam menghadapi masalah tersebut.

"Ini ada yang tanya kenapa Indonesia tenang-tenang saja? Emang saya disuruh teriak apa? Penyakit kaya gini kok teriak-teriak, nanti kan malah enggak karu-karuan. Jadi tolong dong kami dibantu untuk menyiapkan segala sesuatu tetapi tidak perlu diteriak-teriak kan," tutur Anung, di Gedung Balitbang Kemenkes, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Februari.

Virus corona atau 2019-nCoV saat ini jadi perhatian dunia. Sejumlah negara sudah terinfeksi virus yang berasal dari kota Wuhan, provinsi Hubei, China. Bahkan, negara di sekitar Indonesia sudah terjangkit. Sementara Indonesia yang merupakan negara keempat terbanyak jumlah penduduknya, belum ditemukan kasus corona. Dasar inilah yang menjadi pertanyaan, bagaimana langkah Indonesia menangani wabah virus corona.

Anung menerangkan, pemerintah Indonesia sudah menyiapkan sejumlah rencana untuk menghadapi virus ini. Di antaranya adalah menyiapkan 100 rumah sakit rujukan untuk menampung pasien yang terindikasi terjangkit virus corona. Jika jumlah rumah sakit ini dianggap tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270 juta, Anung menerangakan, hal tersebut telah melalui perhitungan epidermologis.

"Saat ini kita menyiapkan RS Persahabatan, RSPAD, di lapis keduanya kita sudah siapkan Cipto, Fatmawati, itu sudah kita siapin gitu. Siloam, rumah sakit yang lain sudah kita siapkan. Tapi kemudian kita tidak perlu teriak-teriak nanti ngomong-nya jadi beda lagi. Jangan di sana dong, di sana ada penyakit infeksi nih, ceritanya jadi lain lagi nanti," ucapnya.

Ilustrasi penanganan virus corona (Irfan Meidianto/VOI)

Dia menegaskan, pemerintah Indonesia, tidak dalam keadaan santai menghadapi virus mematikan ini. Namun, kata Anung, sikap pemerintah yang cenderung senyap dipilih karena tidak ingin justru membuat kegaduhan dan ketakutan di tengah masyarakat.

"Percayakan kepada kami pemerintah, seluruh skat-skat pelayanan terus kita tingkatkan untuk hal-hal yang seperti ini. Kemarin saya dari Tanjung Pinang, dia hanya menyiapkan dua tempat tidur. Dua ruangan, masing-masing dua tempat tidur. Tetapi lapis keduanya dokter atau perawat teman-teman kita yang infeksi itu sudah disiapkan 18 kamar di lantai 5. Jadi end cast ada sesuatu, 18 kamar itu untuk dipakai semua satu lantai di tempat terpisah," jelasnya.

Menurut Anung, saat menghadapi kondisi yang seperti ini, pemerintah tidak memberikan informasi secara detail mengenai alat-alat hingga jumlah fasilitas yang disiapkan. Keputusan ini dilakukan karena pemerintah telah memikirikan dampaknya jika informasi ini dibuka ke publik.

"Contoh-contoh semacam ini memang tidak bisa secara detail kita sampaikan atau kita laporkan kepada seluruh masyarakat supaya tidak timbul perspektif yang salah. Saya tidak tahu media menginginkan keterbukaan sampai dibatas yang mana? Tetapi kami bersama dengan teman-teman menyiapkan hal-hal seperti ini di lapangan," jelasnya.

Anung menambahkan, pemerintah belum menetapkan wabah corona sebagai kejadian luar biasa (KLB) atau outbreak. Kata Anung, untuk menyatakan virus corona mewabah di Tanah Air, Indonesia memiliki kualifikasi yang tertuang di dalam peraturan pemerintah (PP). 

Jika suatu daerah mengalami peningkatan satu kasus menjadi dua kali lipat atau dalam periode yang sama, lanjut Anung, itu disebut sebagai KLB. KLB bisa dikeluarkan jika dilihat dari pandemi atau epidemi. KLB itu dikaitkan dengan peningkatan kasus yang sangat masif pada periode yang cepat dan terjadi di seluruh wilayah.

Standar kondisi KLB inilah yang berbeda dengan pengertian outbreak WHO.

"Peningkatan kejadian di provinsi yang tadinya 2 jadi 4 itu di situ provinsi itu dinyatakan KLB tetapi belum outbreak. Kalau minggu sebelumnya dilaporkan 12 provinsi kemudian hari ini meningkat jadi 34 provinsi itu yang kemudian yang disebut outbreak dalam pengertian kita," katanya.

Tapi, Pemerintah mengikuti saran WHO tentang masa inkubasi virus corona selama 14 hari. Ini pula yang dilakukan ketika pemerintah menjemput 238 WNI dari China dan mengarantinanya di Natuna. Sementara, WNI atau wisatawan yang berasal dari Singapura, Thailand atau negara lain, tidak perlu dilakukan karantina.

"Sudah dijelaskan Kemenlu. Tidak ada pembatasan kunjungan dari mancanegara. Semua menjalani prosedur pemantauan dan pengawasan kesehatan di pintu masuk negara dan 14 hari berikutnya," jelas Anung.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tersinggung ketika penanganan pemerintah dalam menghadapi virus corona dianggap terlalu santai oleh publik internasional. Terawan mengatakan, pemerintah sangat siap menghadapi virus corona ini.

"Itu namanya menghina itu. Wong peralatan kita kemarin di-fix kan dengan duta besar AS. Kita menggunakan dari AS. Kit-nya dari Amerika. Intinya adalah apa yang sudah kita kerjakan sesuai standar ya, standar international semua. Sudah dicek. Silakan sekalian dari mereka dari WHO pun persilakan juga dari Amerika kita persilakan juga untuk ikut melihat prosesnya dengan alat yang mereka punya," ujar Terawan, di Istana Negara.

Pemerintah, kata Terawan, tidak akan menutupi informasi apapun terkait dengan masalah virus corona. Menurut dia, pihaknya tidak keberatan jika siapapun ingin ikut meneliti di laboratorium Kemenkes baik dari WHO ataupun pihak lain.

"Kita terbuka kok enggak ada yang ditutup-tutupi. Tapi kalau disuruh compare ke negara lain itu namanya ada MTA, material transfer agreement-nya enggak boleh material itu dibawa keluar tuh ada perjanjian luar. Mereka silakan kalau mau ke sini silakan. Kita pada prinsipnya sangat transparan dan silakan yang mau memeriksa. Supaya enggak ada yang menyangsikan lagi, pemilik kita, sudah negara lain yang sudah terakreditasi sudah mengakui WHO juga sudah mengakui, alat juga dari sana," ucapnya.

"Kalau ada orang lain mau melakukan survei dan dugaan you silakan saja, tapi jangan mendiskreditkan suatu negara. Kajian juga boleh, kewaspadaan dari awal kita udah waspada. Kita tidak kendor sama sekali kewaspadaan, kita ndak ada yang lolos, bahkan berita-berita yang katanya ada yang lewat pun sudah kita pantau semua akan kita melakukan namanya surfilance tracking. Jadi kita mengikuti melalui dinas Dinas Kesehatan enggak ada itu," tambah dia.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto

Pengakuan WHO untuk Indonesia

Badan Kesehatan Dunia atau WHO memastikan Indonesia memiliki kapabilitas untuk mendeteksi virus, meski pemerintah mendapat tekanan dari berbagai pihak karena masih berstatus zero virus corona atau 2019n-CoV, dan diragukan kapabilitasnya dalam mendeteksi corona. 

"Kami bisa mengonfirmasi bahwa Indonesia punya kit atau peralatan untuk mendeteksi novel coronavirus. Dan labnya juga punya kompetensi untuk mendeteksinya," ujar Medical Officer at WHO Vinod Kumar Bura saat ditemui di Laboratium Balitbangkes.

Vinod mengatakan, dari penjelasan Kepala Badan Litbangkes Siswanto dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes Vivi Setiawaty, WHO mengetahui bagaimana prosedur dan proses pengecekkan sampel reagen, hingga konfirmasi pengetesan sampel di Indonesia.

"Mereka sudah melakukan pemeriksaan untuk 64 sampel pada beberapa minggu lalu, dan mengonfirmasi bahwa tidak ada virus corona dan jadi menurut kami labnya sangat capable dan telah memiliki semua keperluan reagen untuk memeriksa kasus ini," jelasnya.

Medical Officer at WHO Vinod Kumar Bura (Mery Handayani/VOI)

Meski sudah dipastikan kapabilitas Indonesia, Vinod menyarankan Indonesia untuk terus melakukan antisipasi dan mempersiapkan segalanya, termasuk kabar buruk bila ada yang dinyatakan positif virus corona di Indonesia.

"Saya pikir iya (harus ada yang dilakukan), karena Indonesia adalah negara yang besar, kita harus bersiap. Jadi saya pikir untuk mempersiapkan hal ini dan juga membangun kesadaran masyarakat, orang harus sadar, dan memastikan," jelasnya.

"Setiap negara harus mempersiapkan, dan saya pikir Indonesia juga sudah mempersiapkan, bahwa semua pihak harus punya kesadaran, masyarakat juga harus sadar, dan semua fasilitas juga berfungsi," sambungnya.

Menurut Vinod, WHO masih terus melakukan pamantauan terhadap virus corona ini, yang sudah mewabah kurang lebih selama sebulan. Apalagi, terkait penularannya yang masih ditemukan bisa dengan berbagai cara dan masih belum bisa disimpulkan dengan tepat.

"Kita terus memonitor penyakit ini bagaimana perkembangan penyakit ini, karena penyakit ini tidak diketahui sebelumnya, jadi kita terus memonitor dan memantau dan memastikan persiapan sudah dengan level tertinggi," jelasnya.