Kasus Emirsyah Satar, Saksi Sebut Pemilihan Bombardier Karena Harga yang Lebih Murah
Pesawat Bombardier Garuda Indonesia. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Dalam lanjutan sidang mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 6 Februari, tiga saksi menyatakan pemilihan pesawat Bombardier CRJ 1000 NG dalam pengadaan pesawat sub-100 (pesawat dengan tempat duduk di bawah 100) Garuda Indonesia merupakan usulan Tim Pemilihan yang kemudian disetujui oleh direksi melalui rapat direksi.

Saksi-saksi tersebut menyebut, semua peserta rapat direksi tersebut diberi kesempatan menyampaikan pendapat secara bebas. Saksi menyatakan tidak ada arahan, tekanan, apalagi intervensi dalam pemilihan pesawat Embraer E190 atau Bombardier CRJ1000. 

Tiga orang saksi adalah Puji Nur Handayani anggota tim pemilihan pesawat sub-100 seater (pesawat dengan tempat duduk di bawah 100), Prijastono yang juga anggota pemilihan pesawat sub-100 seater, dan Sri Mulyati Vice President Internal Audit Garuda Indonesia.

Sri Mulyati, Puji Nur Handayani, dan Prijastono lebih lanjut menyatakan bahwa dalam rapat, Emirsyah Satar tidak pernah meminta agar dimasukkan komponen net present value (harga sekarang dan harga masa depan, walau nilainya sama tetapi value berbeda) dan route result dalam perhitungan kriteria.

"Pak Emir tidak pernah mengarahkan, memaksa, atau mengintervensi tim untuk mengusulkan pemilihan pesawat Bombardier," ungkap para saksi dalam keterangan yang diterima VOI, Jumat 7 Februari.

Saksi Puji menyatakan, dalam prosesnya memang ada perubahan usulan pesawat oleh tim. Perubahan tersebut terjadi karena dalam rapat direksi, tim mendapat masukan dari direksi untuk memperdalam kajian dan tidak terlalu banyak menggunakan asumsi dalam perhitungan kriteria.

"Awalnya tim mengusulkan pemilihan pesawat Embraer E190 dengan dasar asumsi load factor lebih dari jumlah penumpang dan kargo karena pesawat Embraer E190 berukuran lebih besar, sedangkan Bombardier CRJ1000 hanya unggul dari kriteria ekonomi, karena harganya lebih murah dari Embraer E190," ungkap Puji.

Menindaklanjuti masukan-masukan dari rapat direksi, lanjut Puji, maka berdasarkan diskusi di internal tim pemilihan, tim akhirnya mengubah usulan pemilihan pesawat sub-100 seater, dari Embraer E190 ke Bombardier CRJ1000 yang secara faktual harganya lebih murah sekitar 3 juta dolar AS dibandingkan Embraer E190.

Berkaitan dengan adanya perubahan usulan yang dilakukan tim, Emirsyah Satar bahkan memerintahkan Satuan Pemeriksaan Internal (SPI) yang dibawahi Vice President Internal Audit, Sri Mulyati melakukan audit perhitungan dan kinerja terhadap usulan tim yang berubah.

Dalam persidangan saksi Sri Mulyati, Puji, dan Prijastono juga membenarkan bahwa pada tahun 2011 Garuda sudah menjadi perusahaan terbuka, sehingga Fleet Plan (Rencana Armada) dapat diakses oleh publik dari website Garuda.

Sementara itu, saksi Ni Made Merilya dari Bvlgari Resort menyatakan hanya memberikan keterangan berdasarkan dokumen dan yang bersangkutan tidak pernah melihat Emirsyah Satar di Bvlgari.