Penggerebekan PSK yang Dianggap Menyalahi Wewenang Anggota Parlemen
Ilustrasi (unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Nama legislator asal Sumatera Barat (Sumbar) Andre Rosiade mendadak menjadi buah bibir di media sosial. Bukan tanpa alasan, Andre yang saat itu turut serta dalam penggerebekan prostitusi online dinilai menjebak pekerja seks komersial (PSK) beriniasl NN.

Alih-alih mengungkap jaringan prostitusi online, anggota komisi VI DPR ini malah dianggap menyalahi wewenangnya sebagai anggota dewan. Sebab, sebagai anggota dewan Andre hanya memiliki fungsi pengawasan.

Peneliti Forum Masyakarat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, di Pasal 194 Tatib DPR yang mengatur soal hak pengawasan anggota hanya disebutkan mekanisme, kunjungan spesifik dan inspeksi mendadak dilakukan jika terdapat masalah yang mendesak dan/atau kejadian luar biasa di daerah pemilihan dan/atau provinsi asal Anggota yang bersangkutan.

Lucius menjelaskan, dalam pasal 194 Tatib DPR tidak ditemukan kata 'gerebek'. Jika mengacu pada pasal tersebut, anggota DPR tentu tak punya kewenangan untuk bertindak layaknya penegak hukum demi memberantas kemaksiatan misalnya.

Namun, lanjut Lucius, anggota DPR selalu bisa memperjuangkan pemberantasan kemaksiatan dengan mendorong penegak hukum konsisten melakukannya.

"Iya mestinya sih melampaui kewenangannya. Karena DPR hanya punya fungsi mengawasi saja, bukan fungsi penindakan. Penggerebekkan itu sudah termasuk penindakan toh?" tuturnya, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Rabu, 5 Februari.

Penggerebekan adalah kewenangan penegak hukum. Lucius berujar, anggota DPR yang mungkin menemukan sebuah persoalan di daerah pemilihannya dapat berkoordinasi dengan pihak mana pun untuk memperjuangkan sesuatu terkait dengan kepentingan rakyat. Bukan justru merancangnya.

"Jadi saya kira menjadi soal ketika anggota DPR malah merancang strategi menggerebek seseorang yang diduga PSK, karena itu mestinya kerja penegakan hukum," ucapnya.

Menurut Lucius, patut dipertanyakan apa motif dari kasus penggerebekan PSK di Padang yang dilakukan anggota DPR ini. Apakah atas tuntutan tugas sebagai anggota DPR yang punya hak mengawasi kebijakan pemerintah dan pelaksanaan UU di dapilnya atau ada persoalan lain yang sifatnya pribadi sehingga perempuan yang tertangkap ketika penggerebekan itu seperti menjadi target khusus.

"Karena tak mungkin dengan hanya menggerebek satu orang perempuan itu, soal kemaksiatan yang konon menjamur, bisa diatasi," jelasnya.

Penggerebekan Tak Sesuai Aturan

Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu meminta aparat memperhatikan korban dalam isu rekayasa prostitusi di Padang, Sumatra Barat. Ia mendesak polisi untuk memulihkan posisi NN sebagai korban prostitusi online.

Ninik berpendapat, kasus NN tergolong sebagai perdagangan manusia. Hal tersebut berdasarkan informasi media dan hasil koordinasi Ninik dengan Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat.

Ia mendorong agar aparat memberantas aksi human trafficking, tetapi tetap harus memperhatikan posisi korban.

Menurut Ninik, perdagangan orang adalah kejahatan kemanusiaan dalam kategori extra ordinary crime sebagaimana diatur dalam UU No 21 Tahun 2007. Mengacu Pasal 289 KUHP tentang prostitusi, aparat seharusnya menahan mucikarinya, bukan korbannya pekerja seks.

Ninik berujar, semua pihak menghargai upaya-upaya pemberantasan penjualan orang, termasuk dalam bentuk prostitusi. Maka seharusnya semua pihak tetap dalam koridor tugas pokok dan kewenangannya dan jangan ada kesewenang-wenangan karena jabatannya.

"Kasus menjebak adalah kewenangan yang dimiliki penegak hukum, karena sudah masuk domain eksekusi," tuturnya, dalam keterangan tertulis.

Menurut Ninik, Polri perlu menguak metode pengungkapan kasus prostitusi online lewat penyamaran, karena ada indikasi tak sesuai ketentuan hukum.

"Polda perlu segera mengungkap prosedur penindakan kasus ini yang tidak sesuai dengan aturan hukumnya. Apalagi ada dugaan menyeret nama besar anggota legislatif," jelasnya.

Kriminalisasi Perempuan

Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menilai, NN dijadikan objek seksual untuk menunjukan kegagahan moralitas seseorang. Dalam hal ini, Andre sebagai polisi moral demi pencitraan politik.

Penangkapan terhadap NN dengan tujuan untuk pembuktian politik demi pencitraan, kata Mariana, merupakan tindakan kekerasan.

"Penjebakan terhadap pekerja seks adalah cara-cara yang mengkriminalkan perempuan dan menjadi tren yang digunakan untuk menunjukkan 'kejantanan moralitas' seseorang dengan mengobjekkan perempuan secara seksual," ujar Marina.

Tindakan yang dilakukan Andre, kata Mariana, menunjukkan budaya patriarki yang tidak memahami potret pekerja seks yang dalam fenomena umum menjadi bagian dari praktik perdagangan manusia untuk tujuan seksual.

"Penjebakan ini merepresentasikan standar moral laki-laki (patriarki) dengan mengorbankan perempuan, dan tidak melihatnya sebagai manusia," tuturnya.

Mariana mengambil satu contoh kasus yang persis seperti yang dialami NN. Pada 2019, Tanah Air dihebohkan dengan penggerebekan artis berinisial VA. Sama seperti NN, VA dijebak dan ternyata dinyatakan bersalah.

"Germo dan pelanggan tidak dilihat sebagai pelaku, dan urusan moral semata-mata dikorbankan pada pekerja seks yang kebanyakan adalah perempuan," ucapnya.