Mengenal Wabah Flu Babi dan Vaksinnya yang Berbahaya
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang tentara dari pos Fort Dix, New Jersey, Amerika Serikat, merasa letih dan lunglai. Sampai-sampai ia tak sanggup bangun dari tempat tidurnya. Dia terkena flu babi yang dikenal dengan virus H1N1 atau influenza A.

Peristiwa ini terjadi 5 Februari, 44 tahun lalu (1976). Sejak saat itu, flu babi atau swine flu mulai mewabah di negeri Paman Sam. Cerita tersebut ditulis Terence Stephenson dalam bukunya Swine Flu: What Parents Need to Know (2009).

Dalam bukunya, diceritakan tentara tadi meninggal dunia, keesokan hari setelah gejala itu muncul. Sementara empat rekan sesama prajurit, dibawa ke rumah sakit karena gejala yang sama. Si tentara yang meninggal itu baru ketahuan kalau ia meninggal karena flu babi dua minggu kemudian. 

Menurut catatan globalsecurity.org, dari peristiwa itu tercatat hanya ada satu orang yang mati, sementara tiga belas orang lain sakit. Sementara, laporan lain mengatakan ada 240 orang jatuh sakit, namun dugaan lebih kuat mereka sakit karena virus musiman flu vinctoria.

Sebenarnya tanda-tanda penyebaran virus itu hanya terdeksi sampai tanggal 9 Februari 1976, dan tidak menyebar di luar Fort Dix. Namun, pemerintah AS merasa harus mengambil kebijakan cepat untuk mengatasi ini. Mereka memerintahkan setiap orang di AS harus divaksinasi. Pemerintah AS khawatir epidemi yang berasal dari babi dan menyebar dari manusia ke manusia itu menjadi pandemi, penyebaran wabah penyakit yang lebih luas secara global.

Vaksinnya lebih mematikan

Pemberian vaksin baru berjalan pada 1 Oktober 1976. Mereka yang diimunisasi tercatat sebanyak 40 juta orang, atau sekitar 24 persen dari populasi AS yang menerima imunisasi flu babi. 

Tapi kabar buruk muncul setelah imunisasi. Baru beberapa jam setelah pemberian vaksin flu babi, tiga orang lanjut usia meninggal. Memang meninggalnya ketiga orang tersebut tidak ada bukti positif diakibatkan vaksin flu babi. Namun pemberitaan media kadung menyebar, dan tak sedikit para pewarta yang menghubung-hubungkan kematian mereka dengan vaksinasi.

Belum habis kekhawatiran pemerintah AS akan kepanikan massal flu babi, sekarang mereka ketakutan pada vaksinasi flu babi. Hal itu terjadi karena ada laporan bahwa vaksinasi flu babi menimbulkan gangguan sindrom Guillain-Barre. Yakni gangguan lumpuh sementara. 

Sindrom ini terkadang juga diikuti berbagai infeksi lainnya, termasuk influenza. Efek yang ditimbulkan itu bisa dibilang tidak lazim. Sebab, tidak pernah dirasakan hal serupa ketika orang melakukan vaksinasi influenza musiman. 

Risiko orang yang mengalami gejala ini adalah satu hingga dua kasus per satu juta vaksin. Namun, selama vaksinasi tahun 1976 bergulir, ada sekitar 500 kasus sindrom Guillain-Barre (sekitar 10 dari 1 juta yang divaksinasi), yang mengakibatkan 25 kasus kematian. 

Tampaknya vaksin itu sendiri membunuh lebih banyak orang daripada flu babi itu sendiri. Dari situ, setelah hampir sepertiga populasi AS diimunisasi, pada akhir 1976 akhirnya program vaksinasi AS dihentikan. Alasan mengapa sindrom Guillain-Barre berkembang adalah karena secara spesifik vaksin itu belum paten. 

Flu babi bangkit lagi

Setelah lama tak terdengar lagi persebaran penyakit flu babi, penyakit itu kemudian seperti muncul lagi dan mewabah di Meksiko pada 2009. Menurut catatan WHO wabah ini menyebar ke 74 negara. Sementara dari total negara terkena wabah melaporkan ada 27.737 kasus H1N1 atau flu babi, termasuk 141 orang meninggal. Dari total orang yang meninggal itu 990 persennya dari Meksiko. 

Indonesia menjadi negara yang tak luput dari serangan wabah flu babi. Pada tahun yang sama, seperti dicatat tempo.co, setidaknya terdapat 812 kasus dengan rincian 456 laki-laki dan 356 perempuan. Sebanyak tiga orang di antaranya meninggal dunia.

Kasus penyebaran virus flu babi ternyata tidak berhenti hingga kini. Di beberapa daerah di Indonesia, ribuan ekor babi mati sejak akhir Desember 2019. 

Di Bali misalnya, melansir CNN Indonesia, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali mencatat sudah ada 1.191 ekor babi yang mati. Kematian babi itu disebut-sebut karena virus. Namun, belum diketahui pasti apakah itu benar karena virus flu babi atau bukan.

Selain Bali, beberapa daerah di Sumatera Utara juga mengalami hal serupa. Akibat wabah tersebut, sekitar 27 ribu ternak babi di Sumatera Utara harus dimusnahkan. Sedangkan ribuan lainnya rentan terjangkit wabah tersebut.

Di Indonesia, memang belum ditemukan kasus flu babi yang bersarang di tubuh manusia. Namun, beda halnya di Taiwan. Belum juga "badai" virus corona selesai, sudah muncul lagi wabah flu babi yang cukup masif. 

Seperti diwartakan CNBC Indonesia, menurut Kementerian Kesehatan Taiwan, virus H1N1 itu telah menyebabkan 56 orang meninggal. Penyakit ini ternyata bukan barang baru, sebab flu babi sudah menyerang Taiwan sejak tiga bulan lalu.