Pencopotan Dirut TransJakarta dan Pembelaan Diri Donny Saragih
Agung Wicaksono dan Donny Saragih (Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Baru empat hari menjabat, Donny Saragih dicopot dari Direktur Utama PT Transjakarta. Donny dicopot karena terbukti pernah menjadi terpidana kasus penipuan. Kasus pemalsuan dokumen terjadi saat Donny menjabat sebagai direktur operasional perusahaan bus PT Eka Sari Lorena Transport, pada 2017.

Pada Sabtu 25 Januari 2020, BP BUMD menerima laporan tentang status hukum Donny Saragih, kemudian melakukan verifikasi dan terbukti laporan tersebut benar. Pada Senin pagi, 27 Januari 2020, langsung dilakukan keputusan pembatalan keputusan para pemegang saham di luar Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 23 Januari 2020.

Kepala BP BUMD DKI Faisal Syafruddin menyatakan Donny terbukti telah menyatakan hal yang tidak benar untuk kepentingannya dalam mengikuti proses seleksi sebagai Direksi BUMD. 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Peraturan Gubernur Nomor 5 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengangkatan Direksi, tiap calon direksi harus mengikuti Uji Kompetensi dan Keahlian dan harus terbukti “Cakap Melakukan Perbuatan Hukum” dengan membuat Surat Pernyataan Cakap Melakukan Perbuatan Hukum. 

Pada tata cara ini, Donny malah membuat pernyataan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan bahwa tidak pernah dihukum (butir 2 Surat Pernyataan). "Namun pernyataan tersebut ternyata tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya," kata Faisal dalam keterangan tertulis, Senin, 27 Januari.

Oleh karenanya, BP BUMD membatalkan keputusan para pemegang saham di luar RUPS tanggal 23 Januari 2020 dan mengangkat Yoga Adiwinarto sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Transjakarta.

Terpisah, Donny mengklaim dirinya lebih dulu mengundurkan diri sebagai Direktur Utama (Dirut) Transjakarta sebelum jabatannya tersebut dibatalkan para pemegang saham di luar RUPS Transjakarta. "Kalau itu aku yang kirim pesan ke Pak Amin bahwa aku resign. Dari siang (hari ini) saya sudah mengundurkan diri," kata Donny saat dikonfirmasi. 

Donny merasa tidak melanggar Aturan dan Pergub tata cara penunjukan pimpinan BUMD. Anggapan dia, perbuatan hukum yang dimaksud dalam aturan adalah pernah terbukti menyelewengkan anggaran BUMD atau BUMN, sedangkan kasus yang menjeratnya bukan terkait hal itu.

"Nggak ada yang dilanggar loh pada saat rekrutmen. Semua poin-poin yang ada Pergub, tidak ada yang terlanggar. Saya kan bukan masalah uang. Yang ada di Pergub itu apabila tidak cakap dan kena hukuman untuk masalah keuangan BUMN atau BUMD, gitu lho. Saya kan bukan masalah uang," kata dia.

Tapi, ia tetap memutuskan untuk mengundurkan diri lantaran dirinya mengaku tidak kuat dengan berbagai tekanan. Selain itu, dia juga tidak ingin merusak citra Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. "Karena saya mungkin gak kuat soal yang gitu-gitu. Saya orang kerja, bukan orang politik. Daripada jadi merusak tatanan Pak Gubernur, iya kan. Harus ada yang gentleman. Harus ada yang ngalah. Dan saya ngalah untuk kelangsungan dan kenyamanan," jelas Donny. 

Kata Donny, kasus pemalsuan dokumen yang mengakibatkan pidana hanyalah setting-an. Kasus ini berawal dari adanya rekayasa dokumen negara untuk mendapatkan initial public offering (IPO). Pengakuan Donny, ada orang yang mengaku sebagai petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memeras sejumlah uang untuk dibayarkan Lorena.

"Mereka tahu ada dokumen palsu, dan langsung memanfaatkan. Itulah yang di-create biar supaya itu semua keliatan untuk membuat blackmail (ancaman pemerasan) itu berhenti," kata Donny. 

Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho menduga ada tindakan maladministrasi yang dilakukan Pemprov DKI dalam mengangkat Donny Saragih sebagai Dirut TransJakarta. "Berdasarkan konsultasi masyarakat terkait pengangkatan Dirut TransJakarta, kami melakukan tracking dugaan maladministrasi," kata teuh saat dihubungi, Senin, 27 Januari.

Berdasarkan catatan perkara dengan nomor 490/Pid.B/2018/PN Jkt.Pst dalam situs web PN Jakarta Pusat, pada 15 Agustus 2018 Donny dan rekannya Andi Tambunan bersalah dalam perkara pemerasan dan pengancaman. Mereka diancam pidana pasal 378 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hakim PN Jakarta Pusat memvonis Donny dan Andi selama satu tahun penjara serta menetapkan agar para Terdakwa tetap ditahan dalam tahanan kota. Tak berhenti sampai di situ, Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini, Priyo W mengajukan banding. Hasilnya, pada 12 Oktober 2018, Pengadilan Tinggi DKI menguatkan putusan PN Jakpus dan menetapkan keduanya tetap berada dalam tahanan. 

Donny dan Andi tak terima putusan banding. Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada 12 Februari 2019, majelis hakim menolak permoonan kasasi Donny dan Andi. Bahkan, hakim Mahkamah Agung meperberat masa tahanan hingga dua tahun dan membebankan Donny dan Andi untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi masing-masing sebesar Rp2.500.