Gandeng Operator, Kominfo Siapkan Teknologi Biometrik untuk Cegah <i>SIM Swap Fraud</i>
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi Kresna (Tachta Citra Elfira/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Modus kejahatan SIM Swap Fraud mampu menguras saldo rekening lewat mobile banking. Sebab, belum lama ini kasus tersebut telah menimpa wartawan senior Ilham Bintang.

Hal ini tentu menjadi perhatian khusus oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sebab pelaku kejahatan SIM Swap Fraud tersebut sangat mudah menggunakan data pribadi korban untuk mengganti SIM Card-nya.

Melihat kasus ini, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi Kresna mengatakan bahwa nantinya setiap pengguna yang akan me-registrasi SIM Card-nya wajib menggunakan teknologi Biometrik.

"Kami baru dua kali membicarakan isu Biometrik ini dengan operator, kami perlu yakin kalau metode ini bisa dijalankan. Sistemnya juga bukan hanya di Kominfo tapi juga ada di Dukcapil. Nah kita juga memastikan seberapa kuat jaringan di Dukcapil untuk menerima resgistrasi dengan Biometrik ini," ujar Ketut saat ditemui di Kominfo, Rabu, 22 Januari.

Konferensi Pers Kominfo (Tachta Citra Elfira/VOI)

Teknologi Biometrik memang telah berkembang pesat saat ini, terutama sudah tertanam di smartphone dan perusahaan-perusahaan teknologi besar, namun apakah Kominfo dan pihak operator di Indonesia mampu untuk mengembangkan teknologi pengenalan diri yang paling mutakhir ini.

"Semoga di tahun ini peraturannya bisa keluar, Kominfo siap dengan regulasinya, Dukcapil juga dengan jaringannya, kita melihat seluruh kesiapan sistemnya," imbuh Ketut Prihadi.

Sebagai informasi, metode registrasi Biometrik menurut Ketut Prihadi jauh lebih aman sebab berbeda metodenya dengan registrasi kartu prabayar saat ini.

Kalau registrasi prabayar saat ini sekedar mencantumkan KTP dan KK saja, namun ketika nanti sudah menggunakan Biometrik, metodenya meliputi pengenalan wajah, sidik jari dan irish.

"Nanti sudah tidak bisa pakai KTP dan KK, jadi opetator tinggal pilih mau pakai metode yang mana, pengenalan wajah, sidik jari atau irish," tambah Ketut Prihadi.

Ketut Prihadi juga meyakinkan bahwa dengan metode ini, operator tak bisa beralasan lagi seperti kasus Ilham Bintang, namun mereka harus bertanggung jawab terhadap validitas data pelanggannya.