Tantangan Peningkatan Ekonomi di Ibu Kota Baru
Diskusi Law and Regulations Outlook 2020, The Future of Doing Business in Indonesia, di Hotel Shangri-la, Sudirman, Jakarta, Rabu, 22 Januari (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah punya harapan yang besar terhadap ibu kota negara baru, Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Sebab pembangunan wilayah ini punya potensi untuk mendorong perekonomian Indonesia. 

"Kota itu punya potensi mendorong perekonomian. Ke depan kita ingin mengembangkan kota metropolitan baru," kata Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Rudy Prawiradinata, dalam diskusi bertajuk 'Law and Regulations Outlook 2020, The Future of Doing Business in Indonesia', di Hotel Shangri-la, Sudirman, Jakarta, Rabu, 22 Januari.

Namun, harapan tersebut belum terwujud. Hasil kajian Indef, dampak pembangunan ibu kota baru tak bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

"Indef melakukan kajian, bahwa dampaknya tidak terlalu besar terhadap pertumbuhan ekonomi kita, hanya sebesar 0,2 persen. Namun, bukan berarti pindah ibu kota tidak memberi dampak yang lain," kata Ketua Tim Peneliti Perpindahan Ibu Kota Indef M Rizal Taufikurahman di tempat yang sama.

Rizal menambahkan, pemerintah berharap pemindahan ibu kota ini membuat pemerataan pendapatan di seluruh wilayah Indonesia. Nyatanya, temuan Indef mengatakan, hal itu hanya berdampak bagi sekitar ibu kota baru itu saja, seperti Kalimantan Timur, Kalimantan utara dan Kalimantan Selatan.

Selanjutnya, dilihat dari sektor kunsumsi, Indef menemukan data yang naik dalam jangka pendek, tapi secara jangka panjang angka tersebut turun.

"Lalu bagaimana terhadap industri? Dampak terhadap industri jangka pendek yang akan terdorong produktivitasnya adalah industri yang menopang infrastruktur, seperti baja olahan, bahan bangunan, besi dan baja. Dalam jangka panjang, industri yang terdampak signifikan hampir sama, juga industri jasa yang meningkat produktivitasnya," jelasnya.

Dari analisisnya, akan terjadi kenaikan harga pada sektor industri tersebut dalam jangka pendek dan jangka panjang. 

Sedangkan, dilihat dari penyerapan tenaga kerja terkait pemindahan ibu kota, yang paling banyak diserap dalam jangka pendek ini adalah sektor pangan, tekstil, pertanian.

Karenanya, dalam jangka pendek ini, akan terjadi inflasi dan kenaikan harga di sana. Namun, untuk jangka pendek hal itu akan pelan-pelan turun.

"Termasuk air juga. Apalagi sekarang informasinya, Kaltim sumber air bersihnya cukup menantang. Bagaimana dengan konsumsi (air bersih)? Ternyata hanya Kaltim yang paling tinggi. Justru Sulsel yang akan mendapatkan dampak jumlah konsumsi (yang tinggi). Di Kalimantan sendiri tidak mendorong," tuturnya.

Dari semua tantangan yang ada ini, Indef merekomendasikan, perlu ada linkage antar sektor dan antar wilayah. Ibu kota lama harus jadi back-up dari ibu kota baru, termasuk juga di Makassar, Sulawesi Selatan.

"Linkage penting untuk mendorong nilai tambah perekonomian. Omnibus law ini juga akan bagus sekali dan akan sangat efektif, yang akan membantu menyelesaikan dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi tadi," katanya.

Saat ini, pemerintahan sedang menyusun rancangan undang-undang (RUU) tentang pemindahan ibu kota negara (IKN) yang pada prinsipnya menggunakan metodologi sama yakni Omnibus Law. Selain itu, juga akan ada pembentukan badan otorita yang akan ditetapkan dengan Kepres, dan pimpinannya akan selevel menteri. Harapannya, ini bisa membantu proses pembangunan ibu kota jadi lebih efisien.