Korban Penipuan Keraton Agung Sejagat ada yang Sampai Jual Sawah
Wai Kerajaan Agung Sejagat (Foto: Twitter @aritsantoso)

Bagikan:

JAKARTA - Polisi menetapkan kasus Keraton Agung Sejagat yang ada di Purworejo, Jawa Tengah dalam ranah pidana penipuan. Ada sejumlah uang yang mengalir ke keraton, hanya bertahan empat hari dan kemudian bubar.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Iskandar Fitriana Sutisna yang dihubungi VOI mengatakan, korban penipuan Keraton Agung Sejagat ini tak hanya berasal dari luar Purworejo. Ada juga korban yang berasal dari Lampung.

"Dari pengakuan tersangka, ada juga dari Lampung. Tapi belum tahu jumlahnya berapa," ucap Iskandar saat dihubungi VOI, Kamis, 16 Januari.

Sementara dilihat dari kondisi ekonomi para korban, Iskandar mengatakan, mayoritasnya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Mereka rela menyerahkan uang untuk keraton bahkan hingga ada yang berutang dan menjual harta bendanya. Jumlah uang yang disetor mulai dari Rp3 juta hingga Rp30 juta.

"Dari sekian banyak korban ini, banyak yang menjual sawah, ada juga yang sampai utang sama tetangga, sama keluarganya," kata Iskandar.

Mereka berani ikut menyetor sejumlah uang karena diimingi akan mendapatkan gaji tinggi dari kerajaan dan hidup makmur. Iming-iming yang didapat, gaji mereka dibayarkan dengan mata uang asing. 

"Dia mengiming-imingi jabatan di kerajaan itu, dan menjanjikan gaji yang cukup besar nantinya, per bulan itu 500 dolar AS. Selain itu, dia meyakinkan jika kehidupan kalau sudah menjadi anggota kerajaan itu akan jauh lebih baik dari sekarang," papar Iskandar.

Sebelumnya, dua tersangka, Toto Santoso Hadiningrat dan Fanni Aminadia ditangkap anggota Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, kemarin, Selasa, 14 Januari, sekitar pukul 18.00 WIB. Dari penangkapan ini, polisi menyita sejumlah barang bukti, di antaranya dokumen palsu terkait perekrutan anggota keraton.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, tindakan mereka dinilai memenuhi unsur pidana. Sehingga, atas segala perbuatannya, mereka dijerat dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 378 KUHP.