OJK yang Mengingatkan Diri Sendiri Terkait Pengawasan Industri Asuransi
Ketua OJK, Wimboh Santoso. (Foto: OJK)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengakui pihaknya mesti lebih serius dalam mengatur dan mengawasi industri asuransi. Hal itu karena banyaknya pelanggaran tata kelola keuangan di beberapa perusahaan asuransi, yang berisiko menggerus kepercayaan masyarakat.

"Sebenarnya industri ini tidak terlalu terimbas, dengan isu yang sedang kita tangani. Namun kita akui kita perlu lebih serius, karena industri ini perlu reformasi," kata Wimboh dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta, Kamis 16 Januari.

Wimboh mengatakan hingga akhir 2019 premi industri asuransi masih tumbuh. Premi asuransi komersial tumbuh 6,1 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp261,6 triliun atau terakselerasi dibanding 2018 yang hanya naik 4,1 persen.

Wimboh mengatakan pihaknya sebenarnya sudah memulai program reformasi untuk industri asuransi sejak 2018. Dia meneruskan program reformasi yang sudah dia rancang saat masih bertugas di Bank Indonesia.

"Kami terus memperhatikan beberapa isu krusial di masyarakat. Setidaknya, reformasi ini juga perlu beberapa tahun," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan pemerintah sedang menyiapkan pendirian Lembaga Penjamin Polis (LPP). Lembaga ini untuk menjaga dana atau premi masyarakat yang diinvestasikan ke perusahaan asuransi. LPP bekerja seperti layaknya Lembaga Penjamin Simpanan.

Sebenarnya, lembaga ini sudah diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi. Namun pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih berkoordinasi untuk mendirikan LPP.

"Persiapannya terus jalan, kami mendesain yang namanya LPP tersebut," kata Suahasil usai pelantikan sebagai Anggota DK OJK Ex-Officio di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin 13 Januari.

Adapun beberapa perusahaan asuransi kini tengah jadi sorotan, dari mulai Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera, Jiwasraya, hingga Asabri. Ini seiring masalah dalam pengelolaan keuangan dan investasinya. Jiwasraya, misalnya, mengalami gagal bayar polis seiring rugi investasi saham. BPK mencatat kerugian Jiwasraya yang juga dikategorikan kerugian negara mencapai Rp13,7 triliun.

Kerugian karena investasi saham juga diperkirakan terjadi di Asabri. BPK sedang merampungkan audit di tubuh asuransi sosial yang menaungi anggota TNI dan Polri itu.