Rompi Jingga KPK yang Tak Membuat Efek Jera
Ketua DPR Setya Novanto saat menjadi tersangka korupsi e-KTP (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sejak tahun 2013, tepatnya 28 Mei, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalankan kebijakan baru dengan mengganti rompi putih tahanan menjadi rompi jingga atau oranye. Alasannya, KPK saat itu ingin agar ada efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi.

Awalnya, para tahanan diharuskan menggunakan jaket putih yang berlogo KPK. Hanya saja, jaket ini dianggap masih mengakomodasi keinginan tampil trendy para koruptor. Sebut saja seperti Miranda Goeltom yang saat itu jadi terdakwa dalam kasus suap cek pelawat terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia. 

Walau ada tulisan ‘Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi’, tapi Miranda bisa memadukan jaket putih itu dengan ikat pinggang hitam dengan ukuran besar yang dipadukan dengan rok hitam putih bermotif batik. Tak cukup itu saja, dia memadukan penampilannya itu dengan sepatu hak tinggi berbahan kulit mengkilap berwarna hitam.

Berkaca dari tampilan Miranda itu, tampaknya tak ada rasa malu yang ditunjukkan walau dirinya diduga terlibat dalam kasus korupsi. Selain itu, penampilan Miranda juga dianggap mengamini kritikan banyak pihak yang meminta agar warna jaket tahanan segera diubah.

Setelah fenomena jaket tahanan modis tersebut, lembaga antirasuah itu kemudian berpikir ulang untuk menciptakan jaket tahanan yang baru dan bisa memberikan efek jera. Pada pertengahan 2013, pimpinan KPK menugaskan Kepala Bagian Rumah Tangga, Harry Hidayati untuk mendesain ulang jaket tahanan.

Dia mendesain bermacam jaket tahanan dengan warna yang berbeda seperti hijau, loreng-loreng, dan oranye. Akhirnya, lima pimpinan KPK yang saat itu menjabat sepakat memilih jaket tahanan berwarna jingga alias oranye.

“Kami memilih warna oranye agar ketahuan mereka adalah tahanan KPK. Kalau kabur warna oranye ini mudah dikenali dan terang,” kata salah satu pimpinan KPK saat itu, Bambang Widjojanto seperti dilansir kpk.go.id pada Kamis, 9 Januari.

Rompi jingga tahanan KPK (Foto: kpk.go.id)

Selain warna oranye, pimpinan KPK saat itu sepakat menambahkan tiga garis hitam di rompi tahanan untuk menandakan bahwa korupsi itu benar-benar kejahatan luar biasa.

Setelah disepakati, Harry kemudian pergi ke pasar Tanah Abang untuk membeli bahan baju dan membuat pola rompi serta menjahitnya. Tersangka korupsi yang pertama kali menggunakan rompi oranye itu adalah Luthfi Hasan Ishaaq yang jadi tersangka korupsi impor daging.

Meski disebut bisa memberikan efek jera, namun tindak pidana korupsi yang diusut KPK terus bertambah. Ini terbukti lewat laporan kinerja pimpinan KPK periode 2016-2019 yang menyebut operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan sebanyak 87 kali selama empat tahun dan menjerat 327 tersangka awal.

Hakim ad hoc Pengadilan Negeri Medan Merry Purba saat berstatus tersangka penerima suap (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

OTT yang dilakukan KPK tak pernah berhenti hanya perkara pokok. Dari OTT, KPK selalu mendapat petunjuk yang menjadi pembuka ke dugaan perkara lain. Adapun rinciannya yaitu, pada 2016: jumlah OTT sebanyak 17 kali dengan tersangka 58 orang. Kemudian pada 2017: jumlah OTT sebanyak 19 kali dengan tersangka 7. 

Selanjutnya pada 2018: jumlah OTT sebanyak 30 kali dengan tersangka 121 orang, serta pada 2019 jumlah OTT sebanyak 21 kali dengan tersangka 76 orang.

Kemudian pada kepemimpinan Ketua KPK periode 2019-2023 Firli Bahuri, lembaga antirasuah ini juga melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dan bawahannya serta yang terbaru, KPK menangkap komisioner KPU Wahyu Setiawan dan hingga saat ini pemeriksaan masih dilakukan.