Negeri Ini Tak Memiliki Alasan untuk Mundur dari Konflik Natuna
KRI Tjiptadi 381 di perairan Natuna (Dokumentasi Koarmabar 1)

Bagikan:

JAKARTA - China berkeras memiliki kedaulatan di wilayah perairan sekitar Natuna, Kepulauan Riau. China mengklaim daerah yang dilalui kapalnya di Natuna merupakan daerah teritorinya sendiri. Karena ada garis Nine Dash alias sembilan garis putus-putus, hal ini lah yang membuat permasalahan ini menjadi panas.

Sikap China lewat Jubir Kemenlu-nya yang tetap mengklaim Perairan Natuna sebagai wilayahnya, menunjukkan tidak adanya itikad baik China untuk menghormati kedaulatan RI, setelah Nota Protes diplomatik dilayangkan ke negara tersebut. Indonesia harus mengambil sikap yang lebih tegas terhadap RRT.

Anggota Komisi I Charles Honoris menilai, pemerintah harus mengkaji kembali hubungan bilateral RI dengan China. Berbagai kerjasama bilateral yang sedang dibahas bisa saja ditunda atau dibatalkan.

"Kita juga bisa menggalang negara-negara ASEAN untuk tidak berpartisipasi dalam inisiatif-inisiatif multilateral yang di inisiasi oleh Tiongkok di forum internasional," ujarnya, ketika dihubungi, di Jakarta, Sabtu, 4 Januari.

Ke depan angkatan bersenjata dan Penegak Hukum RI, kata dia, hendaknya jangan ragu untuk menegakkan kedaulatan negara. Perbanyak patroli dan pertebal kehadiran negara di perairan Natuna.

"Segenap rakyat Indonesia pasti mendukung setiap upaya TNI dalam menjaga setiap jengkal wilayah kedaulatan NKRI dari intrusi pihak asing," tuturnya.

Intrusi kapal Coast Guard Chija di Perairan Natuna adalah pelanggaran terhadap ZEE Indonesia, yang ditetapkan berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. China sebagai pihak yang juga sudah meratifikasi UNCLOS, seharusnya menghormati hal tersebut.

"Klaim historis China atas ZEE Indonesia dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di Natuna tidak dikenal oleh UNCLOS dan juga pernah dimentahkan melalui putusan Permanent Court of Arbitration di tahun 2016," jelasnya.

Sementara, klaim sepihak sembilan Garis Putus-putus (9 Dash Lines) oleh China tidak mempunyai dasar yuridis. DPR, kata Charles, mengingatkan pemerintah untuk tidak ada ruang kompromi atau negosiasi terkait kedaulatan teritorial RI.

Senada, Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, DPR mendukung upaya pemerintah dan TNI dalam melindungi kedaulatan RI dari klaim sepihak unilateral China atas Natuna.

Menurut dia, sudah tidak perlu diperdebatkan lagi atau berunding soal hal ini, yang harus dilakukan adalah penegakan hukum dan operasi militer Kogabwilhan 1. Bila diperlukan, 18 operasi militer di wilayah Natuna untuk tahun 2020 ditambah, agar mampu menjaga 24 jam setiap hari.

"Setelah operasi militer, pemerintah perlu mempertimbangkan aksi diplomatik lainnya termasuk evaluasi kerja sama ekonomi bilateral lainnya dengan China," jelasnya.

Tidak hanya itu, menurut Bobby, RI harus bersiap untuk berkonfrontasi dengan China, walaupun ini hal terakhir yang harus dilakukan. Tidak boleh ragu, walaupun China saat ini berada di peringkat ke-3 sebagai investor terbesar di RI di tahun 2019.

"Dan untuk TNI Kogabwilhan, untuk melawan provokasi Coast Guard China, perlu punya kapal yang mampu menabrak kapal ikan ilegal, bukan hanya kemampuan menembak," jelasnya.

Kritik untuk Prabowo

Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera Muhammad Kholid mendukung sikap tegas Menteri Luar Negeri yang memprotes keras kebijakan China yang mengklaim sepihak kedaulatan wilayah Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia di laut Natuna.

"Jika sudah menyangkut kedaulatan negara, Pemerintah harus bersikap keras dan tegas. Tidak boleh lembek. Meskipun kepada negara sahabat seperti China," tuturnya.

Kholid mengapresiasi respon tegas Menlu yang mengirimkan nota protes ke pemerintah China, sebagai komitmen serius pemerintah Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayah negara.

Namun, di samping itu, Kholid sangat menyayangkan sikap lembek Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang justru menganggap enteng masalah kedaulatan bangsa.

"Pak Prabowo sebagai Menhan tidak boleh anggap isu kedaulatan sebagai isu yang enteng. Santai. Sikapnya harus tegas dan punya wibawa. Kalau lembek, santai-santai, maka bangsa ini akan semakin direndahkan oleh bangsa lain karena tidak punya keberanian dalam bersikap," katanya.

Sikap politik luar negeri Indonesia jelas terkait klaim ZEE di wilayah Laut Natuna dan Laut China Selatan. Indonesia berpegang teguh kepada hukum Internasional dalam UNCLOS 1982 dan keputusan pengadilan arbitrase PBB terkait klaim negara-negara di Laut Tiongkok Selatan.

"Presiden Jokowi harus bersikap jelas dan tegas. China sebagai bagian komunitas internasional, harus menghormati norma dan hukum Internasional yang sudah menjadi kesepakatan bersama bangsa-bangsa di dunia," ucapnya.

Masyarakat siap pertahankan kedaulatan

Bupati Kabupaten Natuna Abdul Hamid Rizal angkat bicara mengenai gangguan China di wilayahnya. Ia menegaskan, dengan segala kemampuan dan sumber daya yang ada, pemerintah Kabupaten Natuna beserta warga masyarakat siap sedia mempertahankan kedaulatan NKRI di Natuna.

Selain itu, Hamid mengusulkan kepada pemerintah pusat, agar memperkuat atau meningkatkan kedudukan pemerintahan di wilayah Kabupaten Natuna dan Anambas menjadi Provinsi Khusus.

Hamid menilai, langkah ini diperlukan, karena berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki kewenangan terhadap perairan laut. Sehingga tidak bisa berbuat banyak dalam menjaga dan mengelola wilayah perairan Natuna.

"Dengan dijadikannya Natuna sebagai Provinsi khusus maka akan meningkatkan kewenangan dan kemampuan dalam menjaga, mengelola dan turut serta mengawal wilayah pantai dan laut di Natuna. Khususnya wilayah perbatasan yang saat ini merupakan kewenangan Provinsi Kepulauan Riau," katanya, dalam keterangan tertutlis yang diterima VOI.

Di samping itu, Hamid mengaku, akan mendukung penuh sikap TNI dan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia untuk menggelar kekuatan yang lebih besar lagi di Wilayah Natuna. Tujuannya agar bisa memantau, mencegah dan menangkal setiap upaya gangguan kedaulatan terhadap Wilayah Republik Indonesia di Laut Natuna Utara.

Tak ada kompromi

Istana memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap tegas merespons klaim China di perairan laut Natuna. Upaya penanganan klaim China di Natuna dilakukan dengan diplomasi damai.

"Berdasarkan arahan Presiden, pemerintah Indonesia bersikap tegas sekaligus memprioritaskan usaha diplomatik damai dalam menangani konflik di perairan Natuna," ujar juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, Sabtu, 4 Januari, seperti dikutip Detik.com

"'Tak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia', tegas Presiden Jokowi," kata Fadjroel menirukan perintah Jokowi.

Sebagaimana informasi yang beredar, pada Kamis, 2 Januari, Komando Armada I TNI AL melaporkan adanya Coast Guard China mengawal beberapa kapal nelayan Negeri Tirai Bambu yang sedang melakukan aktivitas perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Laut Natuna Utara.

Kemudian direspons dengan bergeraknya KRI Tjiptadi-381 dan KRI lainnya mencegat dan menghalau kapal Coast Guard China yang mengawal kapal-kapal nelayan China tersebut keluar wilayah Laut Natuna.