Cerita di Pengungsian Banjir Cipinang Melayu
Pengungsi banjir Cipinang Melayu yang mengungsi di Masjid kawasan Universitas Borobudur, Kalimalang, Jakarta Timur. (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ratusan warga wilayah Cipinang Melayu, Jakarta Timur mengungsi ke gedung masjid yang ada di Universitas Borobudur, Jakarta Timur. Warga mengungsi setelah banjir melanda rumah mereka setelah Jakarta diguyur hujan pada Selasa, 31 Desember hingga Rabu, 1 Januari kemarin.

"Masih banyak warga yang mengungsi. Data per tanggal 2 Januari pukul 15.00 WIB, jumlah warga terdampak banjir 1.280 jiwa dari 320 kepala keluarga. Sementara pengungsi yang ada mencapai 986 jiwa," kata Lurah Cipinang Melayu Agus Sulaeman, saat dihubungi VOI lewat pesan singkat, Kamis, 2 Januari.

Agus menuturkan, kebutuhan makanan bagi para pengungsi di posko tersebut sudah mencukupi begitupun dengan obat-obatan yang disalurkan dari puskesmas sekitar. Menurutnya, saat ini warga membutuhkan donasi pakaian utamanya pakaian dalam dan perlengkapan mandi.

"Kalau yang diperlukan saat ini perlengkapan mandi, alat-alat kebersihan, dan pakaian bersih utamanya pakaian dalam," ungkap Agus.

Tim VOI kemudian mendatangi pengungsian yang berada di wilayah Jalan Raya Kalimalang tersebut, di mana saat itu suasana Universitas Borobudur begitu ramai dan warga berlalu lalang. Sejumlah relawan berbaur di antara para pengungsi untuk mengurus kebutuhan mereka.

Beberapa warga juga tampak mengantri saat petugas membagikan pakaian bersih serta bubur makanan bayi. Sebagian pengungsi juga ada yang tiduran di gedung masjid bersama dengan keluarga mereka.

Pengungsi banjir Cipinang Melayu membutuhkan pakaian. (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Di sela-sela padatnya pengungsi, kami bertemu dengan salah satu petugas yang ikut melakukan evakuasi yang bernama Arif. Kepada kami, pria berusia 28 tahun ini bercerita jika dia ikut melakukan evakuasi pada Rabu, 1 Januari dini hari atau saat banjir melanda kawasan Cipinang Melayu. Dia mengatakan, pergerakan evakuasi ini dilakukan dengan menyisir sejumlah RT di kawasan tersebut.

"Kami sisir dari wilayah paling kiri, itu di dekat pinggir kali dari RT 08 sampai RT 01 atau paling ujung Cipinang Melayu. Saya dan tim fokus bergerak di RT 04," kata Arif saat kami temui di posko pengungsian Universitas Borobudur, Jalan Raya Kalimalang, Jakarta Timur, Kamis, 2 Januari.

Satu regu penyelamatan, kata Arif, terdiri dari delapan orang yang terdiri dari empat yang ada di atas kapal, dua di bagian luar depan kapal dan dua di bagian luar belakang kapal. Tak ada prioritas saat menolong korban, siapapun butuh evakuasi langsung ditolongnya.

"Kalau memang minta tolong langsung kita angkut sesuai kemampuan jangkauan kapalnya," jelasnya.

Seorang relawan bernama Arif yang membantu pengungsi banjir Cipinang Melayu. (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Dia mengatakan, hampir 50 persen korban yang dievakuasi adalah lansia dan beberapa di antaranya mengalami sakit. Saat ditanya soal lansia, wajah Arif tiba-tiba sendu. Dia teringat ada pasangan lansia yang telat diberikan pertolongan. Akibatnya, salah satu dari lansia itu meninggal dunia.

"Jadi satu rumah itu ada dua lansia, suami istri terjebak kondisinya tidak ada yang tahu, kami lihat di rumahnya ternyata ada dua lansia, satu suaminya sakit yang satu istrinya mengapung, meninggal. Kondisi banjir sekitar tiga meter lebih," ujarnya.

Pengungsi banjir Cipinang Melayu. (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Ia menambahkan, dua lansia ini kemungkinan terlambat mengungsi seperti warga lainnya karena dalam kondisi sakit. "Waktu kami keliling, kami cek rumah yang ada lansianya. Termasuk rumah lansia itu. Kami ketok, pas dibuka yang suami selamat, yang istrinya sudah mengapung," imbuh Arif.

Dalam melakukan evakuasi, ada sejumlah kendala yang dialaminya. Salah satunya adalah ukuran kapal yang terlalu besar untuk kawasan Cipinang Melayu yang merupakan kawasan padat penduduk. "Perahunya terlalu besar untuk gang yang sempit," kata dia.

Bantuan dari Menteri Sosial

Nur Hasanah berduka karena sang ibu berpulang. Usut punya usut, lansia yang meninggal akibat terlambat mengungsi dalam cerita Arif adalah ibunya. Ditemui di pengungsian, Nur bercerita saat itu banjir melanda rumah orang tuanya hingga ketinggian sekitar tiga meter.

Saat itu, sang ayah yang selamat yaitu Muhammad Ali (85) sedang dalam keadaan sehat begitupun sang ibu, Siti Nawa (75). Hanya saja keduanya memang terlambat melakukan evakuasi ketika banjir menerjang. Saat ini, jenazah Siti sudah dikebumikan.

"Kayaknya tiduran di kasur. Mengambang. Jadi dia di atas tempat tidur," ungkap Nur.

Akibat kejadian banjir yang merenggut nyawa ibunya, Nur mendapat bantuan dari Menteri Sosial Juliari Pieter Batubara sebesar Rp15 juta. Hanya saja dia belum tahu bantuan itu akan diapakan. Tak hanya itu, dia juga belum menengok kondisi rumahnya yang terkena banjir.