Saat Pimpinan KPK Jilid V 'Sindir' ICW
Gedung Merah Putih KPK (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango heran, pimpinan KPK periode 2019-2023 belum bekerja, tapi sudah dibilang 'terburuk' oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Nawawi pun memutuskan untuk tidak bekerja sama dengan ICW di kemudian hari.

"Luar biasa ICW di era Bung Kurnia (peneliti ICW, Kurnia Ramadhana). Mampu menilai kami sebagai yang terburuk di saat kami belum bekerja," kata Nawawi kepada wartawan di Jakarta, Senin, 30 Desember.

"Insya Allah, pastinya kami tidak membutuhkannya ke depan," tegas Nawawi.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, pimpinan KPK era Firli Bahuri cs, merupakan pimpinan terburuk selama KPK berdiri. Alasannya, proses seleksi yang meloloskan kelima orang ini melalui banyak masalah.

Kurnia juga menganggap proses seleksi yang dilakukan panitia seleksi pilihan Presiden Joko Widodo tidak punya sesuai dengan nilai integritas. Buktinya jelas, karena masih ada satu pimpinan KPK yang belum melaporkan harta kekayaannya lewat LHKPN. Selain itu, pelanggar kode etik juga ternyata bisa lolos dalam seleksi tersebut.

"Itu catatan krusialnya terkait dengan rekam jejak. Istana dan DPR berhasil meloloskan figur terduga pelanggar kode etik," ungkap Kurnia kepada wartawan di Jakarta, Senin, 30 Desember.

Kurnia juga mempermasalahkan pimpinan KPK Nurul Ghufron yang tak sesuai dengan UU KPK karena harus mensyaratkan pimpinan KPK berusia 50 tahun. "Kehadiran Nurul Ghuffron sebagai pimpinan KPK itu melanggar peraturan perundangan," tegas dia.

Selain itu, Kurnia mengatakan, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menjadi regulasi yang membahayakan lembaga antirasuah itu di masa depan. Salah satunya adalah terkait Dewan Pengawas dan Peraturan Presiden.

Menurut Kurnia, penunjukkan Dewan Pengawas oleh Presiden Jokowi bertujuan membangun narasi orang baik dalam sebuah sistem. Karenanya anggota Dewan Pengawas yang ditunjukka adalah Tumpak Hatorangan Panggabean, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Harjono, dan Syamsuddin Haris. Tujuannya agar mendapat apresiasi publik.

"Tapi kita pandang justru sebaliknya. Siapapun yang mengisi pos di dalam Dewan Pengawas itu justru akan membahayakan KPK karena proses penindakan KPK akan tetap berjalan lamban dengan hadirnya UU Nomor 19 tahun 2019," jelasnya.

Selain isu soal Dewas KPK berisi orang baik, Kurnia juga mengatakan, pemerintahan Jokowi juga sengaja membangun narasi soal hukuman mati bagi terpidana korupsi. Wacana ini, menurutnya bakal digunakan Istana untuk menggeser perdebatan soal Perppu KPK.

Berkaca dari belum terbitnya Perppu KPK untuk menyelamatkan lembaga tersebut, Kurnia sepakat jika Jokowi telah ingkar janji. Apalagi, sebelumnya Jokowi pernah menimbang akan mengeluarkan Perppu. "Presiden saat ini seakan lari dari masalah dan tidak memberi solusi apapun kepada masyarakat setelah menghancurkan KPK," tutupnya.