Mengenang Runtuhnya Uni Soviet 26 Desember
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Uni Republik Sosialis Soviet (URSS) atau Uni Soviet adalah negara sosialis yang pernah ada antara tahun 1922-1991. Negara ini didirikan oleh RSFS Rusia, RSFS Transkaukasia, RSS Ukraina, dan RSS Byelorusia. Sayang, negara yang pernah menjadi negara adidaya menyangi Amerika Serikat ini, tak berumur panjang. Hari ini, 26 Desember 1991, Uni Soviet resmi bubar. Apa penyebabnya?

Sebelum bubar, Uni Soviet adalah negara terbesar di muka bumi. Luas wilayahnya mencakup 22.400.000 km persegi atau lebih dari 2 kali lipat luas negara saingannya, AS seluas 9.826.675 km persegi. Area seluas itu, dihuni penduduk sebanyak 290 juta jiwa.

Di bawah Josef Stalin, tahun 1941-1953, negara ini berkembang pesat. Stalin memimpin negara tersebut melewati proses industrialisasi besar-besaran dengan sistem ekonomi terencana.

Pada Perang Dunia II tahun 1945 Uni Soviet berhasil mengalahkan pasukan Nazi Jerman. Negara ini semakin kuat karena dipersenjatai puluhan ribu senjata nuklir. Hingga banyak negara-negara Blok Timur yang merapat dan akhirnya Uni Soviet mendirikan aliansi Pakta Warsawa pada 1955.  

Selain itu taring Uni Soviet semakin terlihat dari program luar angkasanya pada tahun 1960-an. Soviet memegang rekor sebagai negara pertama yang menerbangkan manusia ke ruang angkasa. 

Sederet prestasi mentereng itu sayangnya tak bertahan lama, memasuki awal tahun 1991 soviet mulai menunjukan gejala-gejala perpecahan. Para pemimpin Rusia, Ukraina, dan Belarusia menandatangani perjanjian yang mengatur persemakmuran negara-negara merdeka pada 8 Desember 1991. Dari situ lah tanda awal bubarnya Uni Soviet. 

Ilustrasi (Pixabay)

Faktor Utama Keruntuhan Soviet

Russia Beyond mencatat ada tiga penyebab utama mengapa negara Soviet bubar. Pertama adalah karena masalah melemahnya ekonomi negara tersebut. 

Salah satu sektor penyokong ekonomi Uni Soviet berasal dari ekspor minyak. Ketika harga minyak turun, hal itu jelas sangat mempengaruhi perekonimian negara komunis tersebut. 

Jadi pada 13 September 1985, Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ahmed yamani, menyatakan negaranya keluar dari perjanjian pembatasan produksi minyak dan mulai menggenjot produksinya di pasar minyak. Setelah itu, Arab Saudi meningkatkan produksi minyak sebesar 5,5 kali lipat. Hal itu menyebabkan harga minyak dunia anjlok 6,1 kali lipat. 

Menteri Ekonomi Rusia Pyotr Aven mengatakan peristiwa itu menjadi titik balik ambrolnya perekonomian Soviet. “Itu adalah titik balik utama pada 1986. Ketika harga minyak jatuh, seluruh kemungkinan untuk menghasilkan pendapatan (untuk Uni Soviet) pun runtuh,” katanya kepada Russia Beyond. 

Sementara itu, turunnya harga minyak ternyata bertepatan dengan perlambatan ekonomi yang menurut Aven sudah dimulai pada 1960-an. Tren ini kemudian diperparah dengan penurunan pendapatan minyak, dan menyebabkan runtuhnya model ekonomi Soviet. 

Seiring melemahnya ekonomi Soviet, mendorong pemimpin Soviet saat itu Mikhail Gorbachev menggelar reformasi dengan menelurkan kebijakan yang cukup radikal yakni perestroika (pembangunan kembali). Perestroika mencoba mereformasi sistem Soviet, yang pada saat itu malah menunjukkan tanda-tanda penurunan. Reformasi ala Gorbachev ini juga disebut sebagai faktor kedua bubarnya Uni Soviet. 

Reformasi pertama Gorbachev, yang disebut "percepatan ekonomi", seharusnya melepaskan potensi "sosialisme modern". Namun Sosiolog Amerika kelahiran Soviet, Vladimir Shlapentokh menyebut reformasi ini dengan "neo-Stalinis" karena dilakukan dalam paradigma yang sama dengan kebijakan pendahulu Gorbachev yang kejam.

Kebijakan tersebut dinilai gagal mempercepat ekonomi Soviet, dan sebaliknya malah melemahkan negara. "Demi memodernisasi ekonomi, Gorbachev memulai proses demokratisasi radikal yang membuat kematian sistem Soviet dan negara menjadi tak terelakkan." 

Selain itu pada akhir 1980-an, dalam masa Perestroika juga terjadi peningkatan kekerasan yang disebabkan persaingan antar etnis di republik-republik Soviet. Hal itu juga digadang-gadang sebagai faktor ketiga runtuhnya Soviet. 

Misalnya kekerasan etnis yang terjadi pada 1986 di ibu kota Kazakhstan, Almaty. Saat itu, pemuda Kazakh tak puas dengan pengangkatan kepala republik mereka yang merupakan seorang beretnis Rusia. Demonstrasi tersebut kemudian menyebabkan kerusuhan.  

Selain itu terjadi juga pembunuhan besar-besaran di kota Sumgait, Azerbaijan, dan aksi kekerasan di Tbilisi, Baku, dan tempat-tempat lain di seluruh negeri. Konflik paling berdarah terjadi di Karabakh antara Azerbaijan dan Armenia, yang kadang-kadang disebut sebagai “salah satu pemicu politis utama yang mengawali disintegrasi Uni Soviet”. Pada akhir 1980-an, konflik etnis berubah menjadi mematikan, menewaskan ratusan orang dalam pertempuran. 

Buruknya kinera ekonomi dan maraknya konflik horizontal tak dapat diatasi oleh pemerintah Gorbachev pada waktu itu. Karena semakin tak terkendali akhirnya pada tanggal 25 Desember 1991, Mikhail Gorbachev mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden Soviet. Di Kremlin, bendera Soviet diturunkan untuk terakhir kalinya.

"Perpecahan dalam masyarakat dan perjuangan di negara seperti kami yang sarat akan persenjataan, termasuk nuklir, bisa mengakibatkan kematian banyak orang dan kehancuran. Saya tidak bisa membiarkan hal itu terjadi hanya untuk bertahan di kekuasaan. Mengundurkan diri merupakan kemenangan saya," kenang Gorbachev seperti dikutip BBC.

Keesokan harinya, pada 26 Desember 1991, tepat hari ini 28 tahun lalu, Uni Soviet resmi bubar dengan ditandai pengambilalihan kantor-kantor Uni Soviet oleh pemerintahan Rusia.