Jaksa Ultimatum Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie Hadir dalam Sidang Korupsi Masjid Raya
SUMATERA SELATAN - Pembina Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, diminta hadir dalam persidangan kasus dugaan korupsi hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang.
Sudah tiga kali Jimly Asshiddiqie tidak memenuhi panggilan alias mangkir saat dipanggil menjadi saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel). Untuk itu, jaksa meminta Jimly Asshiddiqie memenuhi panggilan dan hadir dalam persidangan.
"Semua saksi yang belum hadir baik secara virtual ataupun langsung akan kami panggil ulang. Memintanya untuk hadir memberikan kesaksian apa yang dia ketahui, termasuk saksi Jimly," kata Kepala Seksi Penuntutan Bidang Pidana Khusus Kejati Sumsel M Naimullah, di Palembang, dilansir Antara, Rabu, 6 Oktober.
Menurutnya, Jimly diharapkan untuk hadir sebagai saksi terhadap empat terdakwa (Eddy Hermanto, Syarifuddin, Yudi Arminto, dan Dwi Kridayani dalam sidang di Pengadilan Negeri Palembang, pada sidang pekan depan.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa, 5 Oktober, yang bersangkutan tidak hadir bersama tiga saksi lainnya, yakni Toni Aguswara, Marzan A Iskandar, dan Syafri HM Dipi.
Saksi Jimly tidak hadir tanpa keterangan, sedangkan dua saksi lainnya itu beralasan karena sakit, sehingga tidak hadir dalam persidangan.
"Kami terus berkoordinasi untuk menghadirkan saksi ini mengapa tidak hadir dalam sepekan ada empat agenda sidang untuk kasus ini, juga bisa secara virtual bila memang kondisi tidak memungkinkan hadir langsung. Kami yakin saksi akan kooperatif," ujarnya pula.
Berdasarkan fakta persidangan, Jimly yang dianggap sebagai tokoh masyarakat Sumsel ini telah mengibahkan tanah miliknya di wilayah Jl Soekarno-Hatta, Kecamatan Sukarame, Palembang untuk dibangunkan Masjid Sriwijaya dan telah diterbitkan SK gubernurnya.
Namun berdasarkan pertimbangan letak lokasi yang dinilai kurang strategis jauh dijangkau masyarakat, maka Gubernur Alex Noerdin saat itu memindahkan lokasi masjid ke tanah Pemprov Sumsel di kawasan Jakabaring, Palembang dan diterbitkan SK gubernur terkait hibah tanahnya.
Tapi penyidik menemukan tanah seluas sembilan hektare (ha) untuk masjid tersebut bermasalah dimana seluas tujuh ha tanah di wilayah itu merupakan milik masyarakat, lalu Pemprov Sumsel hanya memiliki tanah seluas dua ha.
Karena itu, menurutnya lagi, dibutuhkan keterangan dari saksi-saksi untuk memperjelas terkait hal tersebut.