Wakil Ketua KPK Sebut Firli Sengaja Naik Helikopter Untuk Hemat Waktu Saat Kunjungi Makam Keluarganya
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membantah isu gratifikasi Ketua KPK Firli Bahuri. Isu ini muncul setelah Firli dilaporkan kepada Dewan Pengawas KPK karena menggunakan helikopter yang disebut-sebut milik perusahaan swasta.
Menurut Alex, Firli memang sedang mengambil cuti selama satu hari dan pergi ke Baturaja, Sumatera Selatan untuk urusan keluarga. Dia membenarkan Firli menumpang helikopter tersebut namun tidak gratis.
"Kemarin itu memang yang bersangkutan (Firli) cuti ke Baturaja, dia kabarnya naik helikopter dan itu memang bayar," kata Alex kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 26 Juni.
Dirinya mengatakan, alasan Firli menggunakan helikopter tersebut karena ingin mengefisenkan perjalanannya. Mengingat jarak dari Kota Palembang ke Baturaja bisa berjam-jam jika ditempuh dengan mobil.
"Kan pertimbangannya dari Palembang ke kampung dia naik mobil itu bisa tujuh jam atau berapa ya, kalau PP itu lebih sehari, padahal cutinya sehari. Makanya menyewa helikopter itu. Bayar kok dia bilang helikopter itu," ungkapnya.
"Terlepas apapun pendapat masyarakat, tapi dari sisi efesiensi waktu, itu yang dia pertimbangkan. Karena cuti cuma satu hari," imbuhnya.
Baca juga:
Terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilaporkan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Alex menyatakan hal itu akan ditindaklanjuti oleh Dewan Pengawas KPK. "Kan sudah disampaikan dan sejauh ini sudah dilakukan klarifikasi," tegasnya.
Sebelumnya, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima aduan dugaan pelanggaraan kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri. Dugaan ini muncul setelah Firli melakukan ziarah kubur ke makam keluarganya dengan menggunakan helikopter milik perusahaan swasta.
Usai menerima aduan, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan memanggil Firli untuk melaksanakan proses klarifikasi terkait aduan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
"Klarifikasi sudah mulai dilakukan hari ini karena yang diadukan adalah Ketua KPK, tentu, pihak yang diadukan juga akan diklarifikasi Dewas," kata Tumpak dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 25 Juni.
Selain itu, Dewan Pengawas KPK juga telah menugaskan tim untuk melakukan identifikasi fakta terkait dalam laporan terhadap Firli.
Diketahui, Boyamin Saiman melaporkan Firli Bahuri kepada Dewas KPK melalui surat elektronik. Pelaporan ini dilakukan karena menurut Boyamin, eks Deputi Penindakan itu melanggar kode etik KPK pada poin integritas Nomor 27 yang melarang menunjukkan gaya hidup hedonisme.
Terkait dugaan tersebut, peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menduga Firli Bahuri telah menerima gratifikasi dari pihak tertentu. Apalagi, helikopter berkode PK-JTO ini merupakan milik perusahaan swasta.
"Jika helikopter ini merupakan fasilitas dari pihak tertentu maka kuat dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu, 24 Juni.
Atas dugaan tersebut, ICW mendesak KPK melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sehingga, dapat diketahui siapa yang memberikan fasilitas helikopter itu, apa motifnya, dan apakah pihak yang memberikan fasilitas tersebut tengah tersangkut kasus yang ditangani oleh lembaga antirasuah itu.
"Jika penyelidikan KPK itu membuahkan hasil, maka Komjen Firli Bahuri dapat dikenakan Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman maksimal pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara," ungkap pegiat antikorupsi ini.