Sejarah Pergantian Nama Negara Burma Menjadi Myanmar yang Berimplikasi Terhadap Sosial dan Politik

JAKARTA - Pergantian nama negara Burma menjadi Myanmar berimplikasi kepada kehidupan sosial maupun politik negara tersebut. Sejarah perubahan nama negara ini sempat menjadi polemik karena dua negara "besar" seperti Amerika Serikat dan Inggris sempat menolak mengakuinya. Lalu apa sebenarnya latar belakang perubahan nama negara Asia Tenggara tersebut? 

Mengutip laman United States Institute of Peace, pasca junta militer Myanmar menghancurkan pemberontakan pro-demokrasi pada September 1988, nama resmi negara diubah dari Uni Burma menjadi Uni Myanmar hari ini 18 Juni, 31 tahun lalu (1989). Nama Uni Burma sendiri tercetus ketika negara ini berhasil merebut kemerdekannya dari Inggris pada Januari 1948. 

Pada saat yang sama, sejumlah nama tempat lainnya juga diubah. Misalnya, Kota Rangoon --yang merupakan ibu kota negara-- diubah menjadi Yangon. 

Nama baru itu telah diakui oleh mayoritas negara PBB. Namun masih ada yang masih menyebut negara ini dengan Burma, yakni AS dan Inggris. Sedangkan Australia, kadang-kadang mengambil pendekatan campuran. 

Implikasi 

Direktur LSM Burma Campaign UK, Mark Farmener menjelaskan penyebutan Burma atau Myanmar lebih menitikberatkan kepada rasa simpati. Sebutan Burma agaknya menunjukkan rasa simpati kepada pendukung gerakan pro-demokrasi yang tak bersimpati kepada kepemimpinan junta militer. 

Walaupun sebenarnya Farmener bilang sebutan itu tidak terlalu berarti. "Tidak ada seruan yang sangat kuat dari gerakan demokrasi yang mengatakan anda tidak boleh menyebutnya Myanmar, mereka hanya menentang legitmasi rezim," katanya dikutip BBC.

Sementara itu, Antropolog yang banyak menulis tentang politik Burma, Gustaf Houtman, kedua nama tersebut telah lama digunakan di sana. Burma sejatinya adalah sebutan untuk bangsanya. Sementara Myanmar merupakan bentruk sastra, yang bersifat seremonial resmi serta berbau pemerintahan.

Kata Houtman, ketika orang Burma menulis untuk publikasi, mereka menggunakan "Myanmar" tapi kalau bicara sehari-hari mereka menggunakan "Burma". Namun hal penggunaan nama ini juga punya latar belakang politik. 

Seperti dikatakan ahli bahasa dari Universitas Western England, Richard Coates mengatakan, mengadopsi nama tradsional dan formal adalah upaya junta untuk melepaskan diri dari masa kolonial. "Kelompok oposisi lokal tidak menerima itu, dan mungkin lebih suka menggunakan nama sehari-hari, Burma. Setidaknya sampai mereka memiliki pemerintahan dengan legitimasi rakyat," kata Coates masih dikutip BBC.  

Bagaimana sekarang?

Ketika Partai Aung San Suu Kyi, National League for Democracy (NLD) memenangkan pemilu 2015, banyak orang bertanya-tanya nasib dualisme nama negara tersebut. Apakah mereka akan tetap menggunakan Burma atau Myanmar. 

Ditanya tentang nama resmi negara itu segera setelah partainya mulai berkuasa pada tahun 2016, Aung San Suu Kyi menyatakan, dia terus memilih untuk masa pemerintahan era kolonial Burma, tetapi mengatakan bahwa kedua nama itu dapat diterima.

Pada bulan April 2016, dia mengatakan kepada korps diplomatik asing, tidak masalah apakah negaranya disebut Burma atau Myanmar. "Karena, tidak ada dalam konstitusi yang mengatakan Anda harus menggunakan istilah apa pun secara khusus.” Pada kenyataannya, konstitusi dengan jelas menyatakan bahwa negara itu disebut Republik Persatuan Myanmar.

Dia mengatakan kepada para pejabat asing yang berkumpul, secara pribadi dia lebih suka "Burma". Namun ia akan menggunakan "Myanmar" dari waktu ke waktu, untuk membuat semua orang merasa nyaman.

Sementara itu, junta militer bilang bahwa "Burma" hanya merujuk pada kelompok etnis mayoritas, tidak termasuk 134 komunitas etnis lain di negara itu. Namun dalam praktiknya, kedua istilah tersebut telah digunakan selama berabad-abad.

Selain itu, Banyak negara yang sudah sepakat apabila negara itu menggunakan nama barunya, Myanmar. Namun AS dan Inggris masih tetap dengan sikap lamanya. AS dan Inggris masih belum mau mengakuinya karena masih memperdebatkan perubahan tersebut dibuat tanpa persetujuan rakyat dan dengan demikian hal itu tidak sah.

Burma, yang menjadi nama resmi negara itu di bawah pemerintahan kolonial Inggris. Sementara Myanmar adalah istilah formal yang umumnya digunakan dalam komunikasi tertulis.