Saat Pandemik COVID-19, Mudik Lebih Banyak Mudaratnya
JAKARTA - Pemerintah resmi melarang mudik. Bukan cuma untuk ASN, tapi seluruh warga Indonesia. Percayalah, dalam kondisi pandemik Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) seperti ini, mudik lebih banyak mudaratnya.
Indonesia sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadan. Sepekan menjelang Idulfitri, biasanya warga akan berbondong-bondong pulang kampung. Sebuah tradisi yang sudah tercipta turun menurun.
Mudik saat Ramadan dan lebaran memang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia untuk menyambung silaturahmi dengan orang tua dan keluarga jauh. Namun, mudik dalam kondisi pandemik ini, cenderung memberikan mudarat yang lebih besar dibandingkan manfaatnya.
"Mudik saat pandemik dinilai lebih banyak mudaratnya. Sebab, mudik bisa menjadi sarana tersebarnya COVID-19 ke kampung," ucap Menteri Agama Fachrul Razi, Selasa, 21 April kemarin.
Peraturan pemerintah soal larangan mudik akan diterapkan di kota-kota besar terutama Jakarta pada Jumat 24 April. Polri menyiapkan skema penyekatan ruas jalan guna mencegah masyarakat pulang ke kampung halaman.
Penyekatan ruas jalan yang dimaksud bukanlah penutupan. Melainkan, adanya titik checkpoint yang nantinya digunakan untuk memeriksa pengendara roda dua maupun empat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan dalam penerapan larangan mudik, setidaknya terdapat 19 titik check point yang tersebar di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi (Jadetabek). Dari belasan titik checkpoint, tiga di antara berada di ruas jalan tol.
Ketiganya berada di pintu Tol Cikarang Barat arah Jawa Barat, Pintu Tol Cimanggis arah Bogor, dan Pintu Tol Bitung arah Merak. Nantinya, petugas akan disiagakan untuk melakukan pemeriksaan para pengendara.
"Kalau kita sayang keluarga di rumah, sayang sama orang tua dan saudara di kampung, tahun ini jangan mudik. Silaturahim bisa kita jalin dengan cara lain, misalnya melalui sambungan telepon atau lainnya," ucap menteri.
Pemerintah sadar larangan ini sangat tidak populis. Apalagi mudik sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Indonesia. Namun ada harga mahal yang harus siap dihadapi jika mudik tidak dilarang.
Penyebaran COVID-19 bakal semakin luas terjadi. Orang yang terinfeksi akan makin tersebar di seluruh pelosok negeri ini. Jadi, atas dasar keselamatan, pemerintah sangat berharap tidak ada yang bandel dengan melanggar larangan ini.
"Tapi, kita tahu bersama bahwa situasi sekarang tidak memungkinkan. Oleh sebab itu, Pemerintah, dalam hal ini bapak Presiden, mulai 24 April nanti melarang untuk mudik. Dan kami mendukung itu,” lanjutnya.
Direktur Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai pelarangan mudik memang berpotensi menurunkan ekonomi nasional. Sebab, tradisi ini menjadi ladang pertumbuhan konsumsi masyarakat.
Namun sekali lagi, tak ada cara lain yang dijalankan pemerintah untuk menekan angka penyebaran virus COVID-19. Jika pemerintah tidak fokus untuk menyetop penyebaran virus COVID-19 ini, maka wabah ini tidak akan bisa selesai. Sehingga, dampak terhadap pemulihan ekonomi juga akan lama.