Kebijakan Efisiensi Pemerintah Bikin Usaha Hotel BUMN Lesu?

JAKARTA - Kebijakan efisiensi anggaran besar-besaran yang diambil pemerintah dikhawatirkan akan berdampak pada ekonomi di sejumlah sektor. Terutama sektor pariwisata, termasuk perhotelan.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama InJourney Hospitality Christine Hutabarat mengatakan pihaknya menyiapkan berbagai strategi untuk menghalau dampak efisiensi lebih besar ke sektor perhotelan yang dikelolanya.

Misalnya, sambung Christine, meningkatkan daya tarik hotel dengan harapan masyarakat memilih berlibur di dalam negeri. Apalagi, kata dia, Indonesia punya destinasi yang indah seperti Labuan Bajo, Mandalika, Borobudur, Yogyakarta, hingga Bali.

Selaib peningkatan waktu tinggal masyarakat, Christine juga berharap peningkatan pergerakan wisatawan domestik bisa meningkatkan angka belanja dalam negeri. Dengan begitu, ekonomi daerah juga akan ikut berputar.

“Kita mendorong masyarakat untuk tidak bepergian ke luar negeri, dan selain meningkatkan lag of stay daripada masyarakat, tentunya kami juga berharap, dengan adanya peningkatan trafik dari wisatawan domestik ini, juga akan meningkatkan spending berbelanja di dalam negeri,” katanya dalam konferensi pers, di Kantor InJourney, Jakarta, Rabu, 26 Maret.

Tak hanya itu, Christine mengatakan pihaknya juga bekerja sama dengan agen perjalanan untuk memberikan diskon berupa promo bundling pemesanan tiket hotel hingga menggandeng pemerintah daerah agar melakukan event menarik.

“Karena kan memang selama ini kebanyakan dari BUMN-BUMN atau datang juga dari kementerian. Nah sekarang tidak bisa tinggal diam justru harus lebih giat lagi nih InJourney Hospitality untuk bisa merambah industri-industri swasta,” ujarnya.

“Kita harus lebih banyak juga berkolaborasi dengan private sector contohnya, jadi tidak bisa lagi hanya bergantung kepada teman-teman di BUMN lain atau di pemerintahan,” sambungnya.

Sebelumnya, PT Hotel Indonesia Natour atau InJourney Hospitality memperkirakan akan ada kenaikan okupansi atau keterisian hotel-hotel kelolaannya menjelang Hari Raya Idulfitri 2025. Bahkan, okupansinya diperkirakan akan mencapai 79 persen.

Direktur Utama InJourney Hospitality Christine Hutabarat mengatakan tren kenaikan okupansi pada Lebaran 2025 ini tidak terlalu signifikan. Dia bilang puncak keterisian akan terjadi pada H+1 dan H+2 Lebaran.

“Dari H-4 sampai H+4 itu memang peak occupancy itu akan didapatkan pada saat H+1 dan H+2. Rata-rata occupancy itu kita di sekitar 79 persen,” katanya dalam konferensi pers di Kantor InJourney, Jakarta, Rabu, 26 Maret.

Secara persentase, sambung Chtistine, pertumbuhannya hanya di angka 1 persen dibandingkan tahun lalu.

“Cukup membaik, walaupun memang growth-nya, peningkatan dari Lebaran sebelumnya hanya 1 persen untuk occupancy,” ucapnya.