Dirut BRI Beberkan Strategi Perbankan Antisipasi Dampak Perang Dagang AS dan China
JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso mewaspadai ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global akibat penetapan tarif yang tinggi oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang dapat berimbas pada pertumbuhan ekonomi domestik.
Dikatakan Sunarso, The Fed atau bank sentral AS juga melakukan pengetatan kebijakan sehingga perbankan tidak bisa berharap pada penurunan suku bunga atau fed fund rate (FFR) di tahun ini.
"Kemudian selain itu untuk tumbuh, perbankan masih harus menghadapi tantangan likuiditas. Kenapa? Karena tadi secara global juga ada kita tidak bisa berharap banyak tentang penurunan Fed rate," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu, 12 Februari.
Tantangan likuiditas ini, kata dia, juga datang dari tarif tinggi yang ditetapkan oleh AS kepada Tiongkok, Mexico dan Kanada juga perlu diwaspadai Indonesia. Menurut Sunarso, Indonesia akan kebanjiran barang impor yang dapat melemahkan industri dalam negeri dan berpotensi menyebabkan banyak tenaga kerja kehilangan pekerjaan.
Sementara itu terkait tantangan dari dalam negeri, Sunarso menyebut adanya tantangan penurunan inflasi secara signifikan pada Januari 2025 yang bisa berdampak buruk pada UMKM.
Baca juga:
"Ini dapat menekan daya beli dan juga konsumsi masyarakat. Dan ini berdampak buruk terhadap UMKM. Karena apa? Driver utama untuk loan demand ataupun loan growth terutama di UMKM ini adalah dua hal ini. Yaitu purchasing power atau daya beli masyarakat, dan juga konsumsi masyarakat. Kalau ini menurun maka permintaan terhadap kredit juga akan menurun terutama di UMKM," beber Sunarso.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Sunarso menyebut BRI cukup berhati-hati dengan menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 7 hingga 9 persen. BRI juga akan menjaga net interest margin (NIM) di kisaran 7,3-7,7 persen.
"Maka kemudian kita harus jaga-jaga dengan guidance tentang cost of credit sekitar 3-3,2 persen. Kalau bisa lebih rendah dari itu akan lebih baik. Tapi untuk kehati-hatian saya pikir kita masih menganggarkan bahwa cost of credit kita akan berada di kisaran 3-3,2 persen," terang Sunarso.
BRI juga akan menjaga rasio kredit bermasalh ataunon-performing loan (NPL) terutama UMKM di bawah 3 persen dan cost to income ratio (CIR) berada di kisaran 42-44 persen.