Wacana Perguruan Tinggi Kelola Tambang, Dekan ITB Pertanyakan Tingkat Akreditas hingga Lahannya
JAKARTA - Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Ridho Kresna Wattimena mengkritisi sejumlah hal terkait usulan perguruan tinggi dapat jatah mengelola tambang yang dibahas dalam Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg), Ridho meminta aturan detail terhadap usulan tersebut. Pasalnya, dalam draft tersebut hanya perguruan tinggi terakreditasi yang bisa mengelola tambang.
"Katanya perguruan tinggi bisa dapat mengelola tambang, pertanyaan saya akreditasinya, tingkatannya seperti apa Pak? Nah apakah prioritas ini akan diberikan oleh semua perguruan tinggi,” ujarnya dalam RDPU dengan Baleg, Kamis, 23 Januari.
Ia menjelaskan, perguruan tinggi di Indonesia hingga saat ini diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dengan rincian sebanyak 3.360 perguruan tinggi terakreditas "Baik", 472 perguruan tinggi dengan akreditasi "Amat Baik"dan 149 perguruan tinggi terakreditasi 'Unggul".
Baca juga:
"Nah, apakah prioritas ini akan diberikan oleh semua perguruan tinggi yang diakreditasi sesuai yang di-draft? Turunan dari RUU atau Undang-Undang ini ada turunannya yang lebih detail?" kata dia.
Selanjutnya, ia juga mempertanyakan jenis lahan yang nantinya diberikan oleh pemerintah kepada perguruan tinggi. Ia mencontoh, jika nantinya perguruan tinggi diberi kesempatan mengelola geenfield atau lahan yang belum pernah dikelola, akan butuh waktu lama dan biaya yang besar untuk mengelola tambang tersebut. Apalagi, lanjut Ridho, pengusahaan pertambangan bukanlah sebuah usaha yang cepat menghasilkan atau quick yielding.
"Di industri, penyelidikan umum sampai eksplorasi 5 sampai 10 tahun. Apakah Perguruan Tinggi untuk spend uang 5-10 tahun sebelum bisa mendapatkan uang, itu juga sesuatu yang berat untuk Perguruan Tinggi," tandas Ridho.