Apkasindo Apresiasikan Pernyataan Prabowo soal Sawit

JAKARTA - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) memberikan apresiasi Pidato Presiden Prabowo Subianto berkaitan kelapa sawit, saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Musrenbangnas RPJMN) 2025-2029.

Menurut Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat ME Manurung, pernyataan Presiden Prabowo dalam kegiatan yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas pada Senin, 30 Desember, sudah lama dinanti-nanti oleh 17 juta KK petani sawit dari Aceh sampai Papua.

"Kami sangat bahagia menyimak pidato Presiden Prabowo tersebut baik melalui kanal youtube Kementerian PPN/Bappenas maupun dari hasil download," katanya mengutip Antara.

Sawit, ujarnya, adalah anugerah Tuhan kepada Indonesia dan Indonesia sangat diuntungkan karena berada di garis khatulistiwa sehingga sawit tumbuh subur.

"Negara lain sangat mendambakan sawit dapat tumbuh di negaranya dengan berbagai modifikasi lingkungan, tapi produktivitasnya jauh di bawah ekonomis. Jadi Anugerah tadi sudah sewajarnya menjadi daya tawar Indonesia kepada dunia," katanya.

Menurut dia, faktanya selama ini terlampau bebas siapa pun menyudutkan sawit tanpa ada perlindungan regulasi yang kokoh terhadap komoditas strategis sawit.

Menurut Gulat, pidato Presiden Prabowo merupakan wujud Merah Putih Sawit Indonesia yang selama ini terabaikan akibat selalu disudutkan.

Arahan Presiden tersebut merupakan implementasi Astacita yang mewakili kepentingan masyarakat Indonesia.

“Pernyataan tegas Presiden tersebut langsung diarahkan ke semua menteri, gubernur, aparat penegak hukum, dan semua anak bangsa untuk menjaga aset Indonesia, yaitu sawit" katanya lagi.

Arahan Presiden tentang membuka kebun sawit yang baru, ujarnya pula, adalah dalam arti luas untuk produktivitas jadi jangan disalaharahkan.

Meningkatkan produktivitas sawit, menurut Gulat, dapat dilakukan melalui dua cara, pertama, Replanting atau PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) atau dikenal dengan intensifikasi atau hulunisasi. Karena melalui PSR, produktivitas sawit rakyat akan naik 3-4 kali lipat.

Kedua, strategi ekstensifikasi atau menambah luas. Tentu harapan ini sangat terbuka luas mengingat hutan Indonesia masih jauh lebih luas diatas standar minimun (hutan vs non hutan).

"Namun kami menyarankan lebih mengoptimalkan tanah terdegradasi atau telantar, eks pertambangan atau klaim kawasan hutan yang sudah tidak berhutan sebagaimana rekomendasi hasil riset Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB tahun 2023," katanya.

Terkait European Deforestation Regulation (EUDR), kata Gulat, terdapat lima poin yang perlu dijalankan segera untuk mendukung arahan Presiden Prabowo tersebut.

Pertama, Indonesia harus merevisi regulasi yang negatif terhadap sawit. Salah satunya menerbitkan regulasi bahwa sawit eksisting tertanam clear, sehingga tidak lagi diuber oleh Kementerian Kehutanan sebagaimana kebiasaan kementerian ini selama Indonesia merdeka yang tidak berkesudahan berbagai cara mengejar sawit.

Kedua, dirikan Badan Otoritas Sawit Indonesia (BoSI) langsung di bawah Presiden. Dengan adanya badan tersebut tidak hanya berguna untuk melawan politik dagang selama ini, tapi yang paling utama adalah pemasukan negara dari sawit akan meningkat sangat tajam, dua kali lipat minimum.

Ketiga, memajukan dan mendorong Koperasi Petani untuk masuk ke lini UMKM industri hilir sawit, jangan dihambat dengan berbagai regulasi.

Keempat, melakukan pengawalan secara progresif program Mandatori Energi Hijau.

Kelima, memberlakukan regulasi bahwa kebun sawit rakyat yang produktivitasnya di bawah 1,2 ton TBS/ha/bln dan rendemennya di bawah 22 persen wajib PSR dibiayai oleh Dana Sawit BPDPKS.

Tentu juga harus didukung melalui relaksasi (penyederhanaan) persyaratan PSR dengan segala keterbatasan petani sawit.

Demikian juga dengan Kebun sawit korporasi yang produktivitasnya rendah supaya wajib diremajakan, tentu dengan pendanaan internal korporasi tersebut.