Pemerintahan Presiden AS Joe Biden Berencana Hapus Utang Ukraina Senilai Rp74,9 Triliun
JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joe Biden telah bergerak untuk menghapuskan utang Ukraina senilai 4,7 miliar dolar AS (Rp74.979.805.000.000), pinjaman Amerika Serikat kepada Ukraina, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller pada Hari Rabu, saat pemerintahan Washington yang akan lengser berusaha melakukan apa yang mereka bisa sebelum meninggalkan jabatan untuk mendukung Ukraina dalam perangnya melawan Rusia.
RUU pendanaan yang disahkan oleh Kongres AS pada bulan April mencakup lebih dari 9,4 miliar dolar AS pinjaman yang dapat dihapuskan untuk dukungan ekonomi dan anggaran kepada Pemerintah Ukraina, yang setengahnya dapat dibatalkan oleh presiden setelah 15 November.
RUU tersebut mengalokasikan total 61 miliar dolar AS untuk membantu Ukraina melawan invasi skala penuh yang dilancarkan Moskow pada bulan Februari 2022.
"Kami telah mengambil langkah yang diuraikan dalam undang-undang untuk membatalkan pinjaman tersebut," kata Miller dalam jumpa pers, seraya menambahkan langkah tersebut telah diambil dalam beberapa hari terakhir, melansir Reuters 21 November.
Kendati demikian, Miller mengatakan Kongres masih dapat memblokir langkah tersebut.
Senat akan memberikan suara pada Hari Rabu atas mosi penolakan penghapusan pinjaman untuk Ukraina yang diajukan oleh Senator Republik Rand Paul, seorang kritikus yang sering mengkritik dukungan AS untuk Ukraina.
Baca juga:
- Puluhan Orang Tewas Akibat Serangan Israel di Jalur Gaza Utara Palestina
- Kepala Pentagon Lloyd Austin Sayangkan Tidak Bisa Bertemu Menteri Pertahanan China
- Hamas Tegaskan Tidak Ada Kesepakatan Pertukaran Sandera Sebelum Perang di Gaza Berakhir
- AS Veto Resolusi DK PBB Soal Gencatan Senjata saat Korban Tewas di Gaza Capai 43.972 Jiwa
Diketahui, mayoritas senator baik dari Partai Demokrat maupun Partai Republik mendukung bantuan untuk Ukraina.
Presiden Joe Biden sendiri telah memerintahkan para pejabat untuk segera memberikan bantuan sebanyak mungkin ke Ukraina sebelum ia meninggalkan jabatannya pada tanggal 20 Januari. di tengah kekhawatiran bahwa Presiden terpilih Donald Trump dapat membatasi dukungan Negeri Paman Sam.