Atasi Perubahan Iklim, Hashim Sebut Indonesia Akan Punya 103 GW Pembangkit Listrik
JAKARTA - Ketua Delegasi Republik Indonesia dan Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan sejumlah strategi pemerintahan Prabowo mendorong aksi mengatasi perubahan iklim yang dipaparkan dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa/ Conference of the Parties (COP) ke-29, di Baku, Azerbaijan.
Hashim menyebutkan, hal pertama yang dipaparkan adalah pengembangan tenaga listrik berbasis energi baru terbarukan. Menurutnya tambahan pembangkit yang akan dilaksanakan pemerintah 15 tahun ke depan nantinya akan sangat besar yakni mencapai 103 GW.
"75 persen dari ini terdiri dari EBT. Ini komitme indonesia," ujarnya dalam Energy Corner, Selasa, 19 November.
Ia menambahkan, dari 103 GW tersebut, 5 GW di antaranya berasal dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
"Ini baru. tenaga nuklir belum ada di Indonesia. Pak Prabowo mau mulai dengan nuklir. Selebihnya dari gas alam," imbuh dia.
Aksi selanjutnya, kata Hashim, Prabowo Subianto akan melakukan program reboisasi atau reforestasi atas lahan yang dianggap rusak berat. Dikatakan Hashim, aksi ini merupakan program baru Prabowo yang akan dilakukan secara bertahap dengan metode tumpang sari. Nantinya, hutan yang dianggap rusak berat akan ditanami pohon kayu, pohon buah dan disertai dengan tanaman pangan seperti singkong dan jagung.
"Nantinya tanaman pangan setiap daerah akan berbeda-beda disesuaikan dengan kearifan lokal daerah masing-masing," sambung dia.
Baca juga:
Aksi terakhir yang akan dilakukan adalah melalui program Carbon Capture and Storage (CCS) untuk mengurangi emisi CO2. Apalagi, katdia, Indonesia akan mulai menawarkan kredit karbon. dengan kapasitas yang fantastis.
"Saat ini pemerintah bisa tawarkan 577 juta karbon yang sudah dikaji dan diverifikasi," terang Hashim.
Ia menambahkan, Uni Emirat Arab juga telah menawarkan akan membeli lebih dari setengah kredit karbon milik Indonesia atau senilai 287 juta ton kredit karbon. Hashim menilai hal ini merupakan sebuah aset baru sehingga Indonesia bisa mendapatkan penerimaan negara yang fantastis dari perdagangan klredit karbon.
"Akan tambah 600 juta lagi. Sebagai gambaran, 1 ton karbon nilainya 10 dolar. kita bisa dat lebih dari 10 miliar dolar tahun depan dari penjualan karbon," tandas dia.