Dukung Pengembangan Central Counterpaty, BEI Tingkatkan Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif

JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan sedang melakukan pengembangan Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) untuk mengakomodasi transaksi Pasar Uang dan Valuta Asing khususnya transaksi repository (REPO). Adapun SPPA merupakan sebuah platform elektronik untuk memfasilitasi perdagangan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk (EBUS) di pasar sekunder.

"BEI saat ini sedang melakukan pengembangan SPPA untuk mengakomodasi transaksi PUVA, Khususnya transaksi REPO dengan underlying surat utang negara atau SUN," kata Direktur Utama BEI Iman Rachman dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Tahun 2024, Rabu, 23 Oktober.

Iman menyampaikan pengembangan transaksi repo ini telah dilakukan sejak tahun 2024 dengan melibatkan pelaku pasar keuangan yang terdiri pada bank umum, sekuritas dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).

"Pengembangan repo ini tentu saja dilakukan berkoneksi dengan OJK, selaku regulator SPPA, dan Bank Indonesia, selaku regulator pasar keuangan. Dimana implementasi transaksi repo ini dilakukan secara bertahap pada tahun 2024-2025," ucapnya.

Dengan rencana kesiapan sistem pada tahun 2024. Iman menyampaikan akan menjadikan SPPA sebagai pool of liquidity kepada stakeholder di pasar surat utang dan pasar surat uang sehingga pelaku pasar dapat mengakses satu aplikasi yang sama untuk bertransaksi surat utang termasuk transaksi repo.

Selain itu, Iman menyampaikan SPPA juga dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perdagangan surat utang dan pasar uang karena nantinya SPPA diharapkan akan terintegrasi dengan pelaporan, terintegrasi dengan Central Counterpaty (CCP) KPEI, dan juga sistem pendukung lainnya. Sehingga pelaku pasar dapat memanfaatkan straight through processing (STP).

Senada, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy menyampaikan sejak PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia ditunjuk Bank Indonesia menjadi CCP, sejalan dengan hal tersebut pihaknya sedang mengembangkan SPPA sebagai platform untuk transaksi surat utang, khususnya repo.

Saat ini, penggunaan SPPA dalam transaksi surat utang semakin meningkat. Tercatat, nilai transaksi di SPPA pada tahun 2024 sudah mencapai hampir 15 persen dari seluruh transaksi obligasi yang dilaporkan di Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE).

"Jadi secara value 15 persen dari seluruh transaksi bonds yang dilaporkan di PLTE itu sudah dilakukan di SPPA kita. Bahwa salah satu program strategis tahun depan adalah bekerja sama DJPPR menyediakan Sustainability Linked Bond (SLB) bagi surat utang," jelasnya.

Irvan menyampaikan dengan bekerja sama dengan DJPPR diharapkan akan mendorong lebih banyak pengguna SPPA. Saat ini, terdapat sekitar 38 pengguna SPPA, terdiri dari bank, BPD, money broker, dan sekuritas, Dimana pada tahun 2024 mencapai 38 atau meningkat dari 33 pengguna di tahun lalu dan 31 pengguna pada tahun 2022.

Irvan menyampaikan diharapkan SPPA dapat lebih banyak dimanfaatkan oleh pelaku pasar surat utang karena layanan yang lebih efisien. Transaksi di SPPA akan otomatis dilaporkan ke PLTE, dan untuk repo obligasi, akan langsung diproses ke CCP dan dilaporkan ke BI untuk penyelesaian.