DPR Sahkan RUU Paten Jadi Undang-Undang, MenkumHAM: Penting untuk Pelindungan Kekayaan Intelektual

JAKARTA - DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna. 

Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, mengatakan perubahan undang-undang ini merupakan langkah penting dalam memperkuat sistem paten di Indonesia. 

Di antaranya meningkatkan pelindungan terhadap invensi-invensi di tanah air, pelindungan kekayaan intelektual, serta menyelaraskan dengan ketentuan internasional.

Supratman menyebut, persiapan pengesahan UU Paten berlangsung cukup panjang sejak 2019. 

"Tentu kita berharap dengan pengesahan ini dapat menjawab tantangan terkait perkembangan ilmu pengetahuan dan mendorong untuk menjadikan paten menjadi salah satu pengakuan negara terhadap KI (kekayaan intelektual, red),” ujar Supratman dalam konferensi pers, Senin, 30 September. 

Supratman mengatakan, RUU ini merupakan hasil kerja keras Panitia Khusus (Pansus) dan Panitia Kerja (Panja), yang telah menjalankan serangkaian rapat intensif guna merumuskan perubahan yang diperlukan dalam undang-undang paten. 

Beberapa perubahan signifikan yang disepakati meliputi penambahan definisi baru terkait "Pengetahuan Tradisional" dan "Sumber Daya Genetik," pembaruan ketentuan terkait invensi yang tidak dapat diberi paten, serta penambahan grace period dari enam bulan menjadi satu tahun.

Salah satu poin penting lainnya adalah penyempurnaan aturan terkait lisensi-wajib dan pemeriksaan kembali substantif paten (re-examination). 

Pengaturan permohonan paten terkait pemakaian sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional sesuai dengan World Intellectual Property Organization (WIPO) Treaty on Genetic Resources Related to Traditional Knowledge (GRTK) yang telah diadopsi Indonesia dalam Sidang Umum WIPO pada 9 Juli 2024 di Jenewa, Swiss. 

"Ini bertujuan untuk memastikan agar hak paten dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan nasional tanpa mengabaikan hak pemegang paten," kata Supratman. 

Supratman juga menekankan pentingnya revisi undang-undang ini untuk menjaga keseimbangan antara pelindungan kekayaan intelektual dan kepentingan nasional.

"Kami telah memastikan bahwa undang-undang ini selaras dengan perkembangan kebutuhan industri dan riset di Indonesia, sekaligus melindungi hak-hak masyarakat luas tentang perkembangan dunia internasional terkait kekayaan intelektual" kata politisi Gerindra itu.

Ketua Pansus RUU Paten, Wihadi Wiyanto menyampaikan bahwa perubahan UU Paten ini dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan dunia usaha dan teknologi di Indonesia.

Perubahan ini, kata Wihadi, juga merupakan bentuk penyesuaian UU Cipta Kerja yang memang menyatakan adanya kemudahan dalam pendaftaran paten dan grace period daripada paten. 

"Sehingga ini adalah akan memberikan angka lebih terhadap investasi indonesia. Ini merupakan langkah ke depan untuk kemajuan paten Indonesia khususnya untuk sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional," ucapnya.

Selain itu, lanjut Wihadi, perubahan penting dalam UU Paten yang baru adalah pembaruan pada rumusan mengenai invensi yang tidak dapat diberi paten.

Seperti apabila semata-mata merupakan program komputer maka dilindungi hak cipta, kecuali yang diimplementasikan pada teknologi atau fungsi yang dilindungi oleh paten, pemegang paten terkait pelaksanaan paten wajib melaporkan pelaksanaan paten tersebut di Indonesia paling lambat setiap akhir tahun, pemberian lisensi-wajib dan pengecualian terhadap lisensi-wajib untuk kasus tertentu, dan penambahan ketentuan untuk pengajuan klaim yang lebih dari sepuluh klaim maka akan dikenakan biaya tambahan.

"Pengesahan perubahan undang-undang ini diharapkan akan meningkat permohonan paten Indonesia dan menjadikan paten sebagai tulang punggung perekonomian negara," kata Ketua Baleg DPR itu.