Menkes: Kekebalan terhadap Mpox Bisa Terbentuk dari Vaksin Cacar
JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan kekebalan terhadap cacar monyet atau Monkey Pox (Mpox) masyarakat Indonesia bisa terbentuk jika sudah mendapatkan vaksin cacar meski tidak persis.
“Mengapa kita tidak secara masif meminta masyarakat divaksinasi? Karena yang pertama, hampir semua orang Indonesia sudah vaksinasi cacar dulu, jadi kekebalannya sudah ada walaupun enggak persis sama,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin dilansir ANTARA, Rabu, 11 September.
Ia memastikan saat ini vaksin cacar monyet sudah ada dua jenis dari Denmark, Eropa, serta Jepang, untuk menyasar kelompok-kelompok tertentu karena penularannya sangat spesifik.
“Mpox itu kan menularnya sangat spesifik, mirip dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Jadi seharusnya penularannya jauh berbeda dengan COVID-19,” ujar Menkes.
Sebelumnya Menkes Budi juga menyatakan vaksin cacar monyet masih menyasar kelompok tertentu, seperti penderita HIV.
"Vaksin Mpox kita berikan, Mpox itu enggak menular, di situ-situ saja, jarang. Itu biasanya ke kelompok tertentu kayak HIV. Jadi, yang kita vaksin di kelompok itu-itu saja, dan yang swasta (rumah sakit) nanti kita juga sebarkan," ujar Menkes.
Ia menegaskan hingga saat ini stok vaksin cacar monyet masih aman dan mengimbau masyarakat untuk terus menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Sementara itu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan penerapan kembali disiplin protokol kesehatan guna mencegah cacar monyet.
Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN Harimat Hendrawan memaparkan pencegahan cacar monyet dapat diupayakan dengan pemberian vaksin cacar, penggunaan pelindung pribadi, dan menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi.
“Prinsipnya kita harus kembali menegakkan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah risiko penularan,” kata Hendrawan.
Dia menjelaskan pengobatan umumnya bersifat suportif, dengan fokus pada pengelolaan gejala dan pencegahan infeksi sekunder. Beberapa terapi antiviral mungkin digunakan dalam kasus-kasus yang parah atau berisiko tinggi.