Pilkada Jakarta 2024: Skandal Pencatutan KTP dan Tudingan Calon Gubernur Boneka Dharma Pongrekun
JAKARTA – Pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana ditetapkan memenuhi persyaratan sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur jalur perseorangan atau independen pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Jakarta 2024. Namun penetapan pasangan ini dibarengi dengan polemik pencatutan KTP.
"Kami pastikan pada pukul 23.25 WIB, kami mengeluarkan surat keputusan KPU DKI Jakarta tentang pemenuhan syarat dukungan pasangan calon perseorangan," kata Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata di Jakarta, sebagaimana dikutip Antara.
Penetapan pasangan Dharma-Kun menjadi perhatian setidaknya karena dua hal. Pertama, munculnya dugaan pencatutan KTP sebagai syarat maju sebagai calon independen, dan kedua adanya anggapan bahwa pasangan ini hanya bagian dari skenario Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
Namun dalam konferensi pers, Dharma Pongrekun menolak klaim bahwa pasangan Dharma-Kun merupakan pasangan boneka atau yang sengaja diadakan pada Pilkada Jakarta.
"Seperti yang tadi seperti yang saya sudah sampaikan tadi, bahwa kami mulai dari tanggal 3 Februari sudah deklarasi, sementara Pilpres saja baru selesai 14 Februari. Bisa digambarkan bahwa kami bergerak sebelum sebelum adanya pemenangan Pemilu," ungkap Dharma Pongrekun.
"Saya tidak mengatakan membantah, tapi saya mengatakan waktu yang akan menjawab," tegasnya.
Pengumpulan Dukungan dalam Waktu Singkat
Calon independen di Pilkada Jakarta wajib meraih dukungan minimal 7,5 persen warga Jakarta yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT). Karena jumlah warga Jakarta di DPT mencapai sekitar 8,25 juta jiwa, maka pasangan calon mesti mengamankan setidaknya 618.968 dukungan.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Wali Kota, dan Bupati atau UU Pilkada yang mengatur dukungan bagi jalur perseorangan dalam pilkada provinsi yang memiliki penduduk 6-12 juta jiwa adalah minimal 7,5 persen dari warga yang tercatat dalam DPT.
Pasangan Dharma-Kun awalnya tidak lolos saat tahap verifikasi administrasi, karena jumlah dukungan penduduk yang diserahkan tidak memenuhi syarat.
Pada 19 Juni 2024, sebanyak 1.229.777 dukungan penduduk yang diserahkan Dharma-Kun. Namun berdasarkan verifikasi KPU, hanya 447.469 dukungan yang terverifikasi, sedangkan 782.308 sisanya dinyatakan tidak memenuhi syarat. Artinya, kurang sekitar 200 ribu dukungan untuk pasangan ini.
KPU memberikan kesempatan kepada Dharma-Kun untuk melengkapi kekurangan tersebut. Dalam waktu kurang dari sebulan, sebanyak 721.221 dukungan penduduk berhasil dikumpulkan Dharma-Kun dan diserahkan ke KPU. Pasangan ini dinyatakan lolos administrasi pada 10 Juli 2024.
Tapi saat proses verifikasi faktual, KPU menetapkan dukungan untuk Dharma-Kun yang memenuhi syarat hanya 183.043 per 25 Juli. Masih ada sekitar 500 ribu dukungan yang dibutuhkan pasangan ini. KPU memberi waktu hanya dua hari, yaitu hingga 27 Juli 2024, untuk melengkapi kekurangan.
Dalam tempo relatif singkat, Dharma-Kun berhasil mengumpulkan 826.766 dukungan penduduk. Dari hasi verifikasi faktual, KPU menyatakan 494.467 dukungan mereka memenuhi syarat. Dengan begitu, dukungan untuk Dharma-Kun yang memenuhi syarat menjadi 677.468 orang.
Di hari yang sama saat KPU mengumumkan pasangan Dharma-Kun bisa maju sebagai calon independen, warganet dihebohkan dengan kabar pencatuan NIK.
Soal pencatutuan NIK ini ramai diperbincangkan di X, yang dulunya bernama Twitter. Bahkan ada yang mengaku data orang yang telah meninggal juga tercatat sebagai pendukung Dharma-Kun.
Ternyata, yang menjadi korban pencatutan ini tidak hanya dialami warga biasa, tapi juga beberapa tokok publik, maupun anggota keluarganya. Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan misalnya, meski KTP-nya aman, tapi tidak dengan KTP dua anak, adik, serta sebagian timnya yang ikut dicatat masuk daftar pendukung calon indepenen. Pun dengan aktor Fedi Nuril yang KTP-nya digunakan tanpa sepengetahuan dia.
Pencatutan NIK Dianggap Sepele
Sukses tim Dharma-Kun mengumpulkan dukungan dalam waktu singkat menimbulkan spekulasi bahwa pasangan ini memang sengaja disiapkan agar jagoan KIM Plus, yaitu Ridwan Kamil-Suswono, tidak melawan kotak kosong di Pilkada Jakarta 2024.
Seperti diketahui, sebanyak 12 partai politik yang memiliki kursi di DPRD telah menyatakan dukungan kepada Ridwan-Suswono. Di antara 12 partai itu termasuk PKS, NasDem, dan PKB yang pada pilpres kemarin mengusung Anies Baswedan, tapi kini justru balik badan.
Pencurian data pribadi sebenarnya adalah skandar besar dan termasuk pelanggaran pidana, sesuai UU Nomor 27/2022 tentang perlindungan data pribadi, menyatakan setiap orang dilarang memperoleh dan mengumpulkan data pribadi milik orang lain.
Sayangnya, di Indonesia kasus pencatutan ini dianggap hal biasa. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi seperti menganggap enteng masalah ini.
Padahal, Kemenkominfo dan Kementerian Dalam Negeri disebut Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia sebagai dua kementerian yang memiliki akses terhadap dapat kependudukan digital.
"Pokoknya selama sesuai perundang-undangan yang berlaku atau sistem pemilu yang ada, ya silakan aja kan," ujar Budi Arie, kala menjawab pertanyaan wartawan terkait NIK warga yang dicatut untuk mendukung Dharma-Kun.
Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri menyebut munculnya dugaan skenario tertentu di balik pencalonan Dharma-Kun adalah sebuah kewajaran.
Ia mencontohkan bagaimana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang sempat berencana maju sebagai cagub Jakarta independen pada 2017 kesulitan mengumpulkan satu juta KTP untuk memenuhi syarat pencalonan.
Baca juga:
- Publik Butuh Penjelasan Terkait Obral Remisi yang Diterima Jessica Kumala Wongso
- Putusan MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Benar-benar Ubah Konstelasi Pilkada Jakarta 2024
- Investasi Politik Jokowi dengan Reshuffle Kabinet di Pengujung Masa Kerja
- Ironi Kematian Aulia Risma Lestari di Tengah Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis
Ahok saat itu relatif populer di kalangan masyarakat, utamanya Jakarta. Hal ini justru tidak dialami Dharma, yang dengan mudahnya mengumpulkan pendukung dalam waktu singkat dan lolos verifikasi KPU. Dharma juga tak punya rekam jejak politik yang jelas dan secara umum tidak populer di ruang publik, kecuali soal teori konspirasi yang ‘membesarkan’ namanya.
Hasil simulasi terbuka atau top of mind oleh Indikator Politik Indonesia (IPI) pada 18-26 Juni 2024 mendapati bahwa elektabilitas Dharma hanya 0,2 persen. Angka ini jauh di bawah tingkat keterpilihan Anies Baswedan (39,7 persen), Ahok (23,8 persen), dan Ridwan Kamil (13,1 persen).
“Menurut saya sih wajar ya ketika orang mempertanyakan ini sebenarnya apakah memang kandidat politik yang serius atau sekadar hanya kandidat politik yang dimunculkan supaya tidak ada kotak kosong,” ujar Aisah.