Diskusi BAKTI Kominfo: 20 Tahun Ada Media Sosial di Indonesia, Tak Ada Pendidikan Bermedsos yang Baik dan Benar
JAKARTA - BAKTI Kominfo mengadakan diskusi "Bijak Bersosial Media dan Lawa Hoax di Masa Pandemi COVID-19". Dalam diskusi tersebut, Tokoh Pemuda, Adhiwena Wirya Wiyudi berbicara soal sejarah media sosial merambah Indonesia.
Menurutnya, media sosial sudah ada sejak 20 tahun lalu, di mana saat itu yang booming adalah Friendster. Kemudian muncul pada 2004 Facebook, 2005 YouTube, disusul berturut-turut Twitter dan Instagram.
"Terus berlanjut sampai sekarang dengan chat messenger WhatsApp, yang terbaru lagi fitur dari TikTok. Namun yang saya soroti adalah, 20 tahun itu tidak ada pendidikannya tentang bagaimana bermedsos yang baik dan benar, jadi masyarakat Indonesia ini hanya mengikuti saja," ujar Adhiwena dalam diskusi tersebut, Rabu 10 Maret.
Ia menuturkan, perkembangan teknologi memang sangat dinamis. Saking dinamisnya, lebih cepat perkembangan teknologinya daripada memahami apa dan bagaimana memanfaatkan teknologi secara benar.
"Dari jumlah penduduk Indonesia 270 juta, pengguna aktif sosial media itu lebih dari 60 persen penduduk Tanah Air di tahun 2021 ini. Artinya, masyarakat Indonesia sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial media, karena ditambah lagi, satu orang memiliki lebih dari 2 gadget," tuturnya.
Problematikanya adalah, dengan berkembangnya teknologi dan akses informasi, kehadiran hoaks juga semakin sering terdengar. Samsul Widodo, Staf Ahli Hubungan Antara Lembaga Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggi dan Transmigrasi menyampaikan, hoaks ini memang memang cukup menakutkan kalau tidak ditangani.
Baca juga:
"Bahkan di Polri mereka punya cyber security, di Kominfo juga terus ngeblok situs-situs yang menyangkut mengenai hoaks," ungkapnya di kesempatan yang sama.
"Pengguna Youtube itu sampai 140 juta di Indonesia, WhatsApp itu 134 juta dan ini pasti tumbuh terus. Facebook 130 juta, Instagram 126 juta, jadi cukup besar. Artinya bahwa hal-hal yang terkait dengan berita-berita hoaks dan sebagainya itu sangat mudah terjadi," imbuhnya.
Ia pun beranggapan, Facebook adalah tempat yang paling banyak menyebarkan hoaks. Di sisi lain Samsul mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menanggapi informasi di media sosial.
"Harus dicek kebenarannya, jangan terpengaruh dan hati-hati dengan judul yang provokatif, teliti dan cermati sumber beritanya," ujar Samsul.