Anggota Komisi VII Tidak Puas Saham MIND ID di INCO Cuma 34 Persen, Menteri ESDM: Bisa Cabut Tuh Vale!
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI menyatakan ketidakpuasannya atas besaran saham yang didivestasi oleh PT Vale Indonesia Tbk (INCO) kepada MIND ID sebesar 14 persen.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Hariyadi mengatakan sejatinya MIND ID bisa mengambil alih saham Vale sebesar 51 persen dengan pembagian 34 persen saham oleh MIND ID dan 20.63 persen dipegang oleh saham publik.
Menurut Bambang, besaran saham 34 persen tidak lantas menjadikan MIND ID sebagai pemegang saham mayoritas.
"Kita hanya dapat 34 persen. Anak kecil pun tau pak 34 persen bukan mayoritas, Pak. mayoritas itu tetap 51 persen," ujar Bambang dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI yang dikutip Kamis, 4 April.
Bambang juga menilai Menteri ESDM tidak menjalankan tugasnya dalam mengusahakan dan memperjuangkan pengambilalihan saham Vale untuk MIND ID.
"Belum sedikit pun dari verita bapak, bapak berjuang epeti mandat dalam rapat kerja kami," sambung dia.
Hadir dalam kesempatan yang sama Ketua Komisi VII DPR Fraksi Nasdem Sugeng Suparwoto mengibaratkan kepemilikan saham mayoritas RI di Freeport. Untuk Freeport, RI memiliki saham utuh sebesar 51 persen, berbeda dengan MIND ID di Vale yang hanya sebesar 34 persen dan ditambah dengan kepemilikan saham publik sebesar 20 persen.
"Konteks 51 persen jadi bias di masyarakat karena sebagai pembanding, kalau Freeport itu 51 persen bulet. Sementara ini sudah terlanjur go publik dulu jadi 54 persen yang dulu MIND ID dulu 20 persen plus divestas 14 plus 20 persen sudah go publik maka pemahaman 54p tapi tidak sepenuhnya dikuasai negara karena sudah gopub. itulah beda dengan freeport," beber Sugeng.
Ditemui usai Rapat Kerja, Arifin Tasrif mengatakan, sebelumnya pada tahun 1990 INCO telah melakukan kewajiban divestasinya dengan melepas 20 persen sahamnya untuk Indonesia.
"Kan udah ada aturannya. Tahun 90 malah udah didivestasi," ujar Arifin singkat.
Menurutnya, jika pemerintah kembali mendorong INCO melepas sahnya, dikhawatirkan Vale Canada Limited (VCL) akan mundur dan tidak berinvestasi di Indonesia.
"Kalau didorong lagi, tambahan lagi misalnya 17 persen lagi bisa-bisa cabut tuh," tambah Arifin.
Arifin melanjutkan, saat ini Vale memiliki komitmen investasi mencapai Rp178,58 triliun atau 11,2 miliar dolar AS dengan kurs dolar Rp15.944.
"Ya kan sekarang udah ada rencana investasi strategis yang nilainya hampir 11 miliar. Itu kan nilai itu kan dilaksanakan sampai tahun 2029. Jadi kalau misalnya nanti ini ulang lagi mau nyari lagi segitu tuh," beber Arifin.
Asal tahu saja, komitmen investasi tersebut merupakan persyaratan Vale Indonesia untuk memperpanjang izin tambangnya, dan berganti dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Dalam pemaparannya, Arifin mengurai tiga proyek raksasa milik PT Vale Indonesia di Pulau Sulawesi, yakni tambang nikel dan HPAL (High Pressure Acid Leaching) Sorowako, tambang nikel dan HPAL Pomalaa, serta tambang nikel dan RKEF Bahodopi.
HPAL merupakan pengolahan dan pemurnian nikel limonit.
Baca juga:
Tambang nikel dan HPAL Sorowako akan mulai beroperasi pada 2027 dengan investasi senilai 2 miliar dolar AS. Lebih lanjut, proyek tambang nikel dan HPAL Pomalaa akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2026 dengan nilai investasi sebesar 4,6 miliar dolar AS.
“Dan investasi tambang nikel dan RKEF Bahodopi akan beroperasi pada tahun 2026 dengan nilai investasi sebesar 2,6 miliar dolar AS,” ujar Arifin.
Di luar dari ketiga proyek tersebut, Arifin mengatakan terdapat satu proyek lagi yang masih dieksplorasi dengan nilai sekitar 2 miliar dolar AS. Oleh karena itu, secara keseluruhan, nilai proyek mencapai 11,2 miliar dolar AS.