KPK Minta LHKPN Jadi Kriteria Promosi Naik Jabatan Pejabat Publik

JAKARTA - Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango meminta agar presiden-wapres periode 2024-2029 mengatur sanksi berat hingga pemberhentian bagi penyelenggara negara/pejabat negara yang tak patuh melaporkan harta kekayaan (LHKPN). Sanksi ini bisa diatur lewat revisi UU 28/1999.

“Undang-Undang 28 Tahun 1999 yang menjadi dasar bagi KPK melakukan pendaftaran serta pemeriksaan LHKPN. Namun UU ini tidak menyebutkan sanksi yang tegas selain sanksi administrasi untuk ketidakpatuhan terhadap kewajiban. Akibatnya saat ini bukan penyampaian secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10.000 dari 371.000 penyeleggara negara. Pemeriksaan yang LHKPN dan kasus korupsi menunjukkan bahwa LHKPN hanya dianggap administratif dan tidak ada sanksi bagi yang tidak mencantumkan seluruh harta,” kata Nawawi di KPK, Rabu, 17 Januari.

“KPK meminta komitmen nyata dari capres cawapres ketika nanti terpilih untk menguatkan LHKPN dengan pemberian sanksi berupa pemberhentian dari jabatan publik kepada pembantu presiden atau pimpinan instansi yang tidak patuh penyampaian LHKPN secara lengkap,” sambung Nawawi.

KPK juga meminta komitmen capres-cawapres agar menjadikan hasil pemeriksaan LHKPN jadi kriteria promosi jabatan publik.

“Menjadikan hasil pemeriksaan LHKN sebagai kriteria promosi pengangkatan seseorang dalam jabatan publik. KPK siap menyampaikan hasil pemeriksaan LHKPN untuk ditindaklanjuti,” ujar Nawawi.