Polemik Vaksin Nusantara, DPR: Komentar Tanpa Konfirmasi Tidak Berkontribusi Apapun

JAKARTA - Vaksin Nusantara yang dikembangkan oleh mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menimbulkan polemik karena sejumlah pihak meragukannya. 

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena menilai, tanpa konfirmasi kepada peneliti maupun melihat hasil yang dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak akan memberikan kontribusi apapun terkait upaya pelaksanaan Inpres Nomor 6 Tahun 2016 tentang percepatan produksi dan penggunaan obat dan alat kesehatan dalam negeri.

Padahal, hal ini telah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi memerangi pandemi COVID-19.

"Bagi para peneliti dan berbagai kalangan yang punya pendapat lain silakan langsung ke Undip atau RS Kariadi bisa juga menunggu hasil BPOM yang tengah mengecek data ini," kata Melki dalam keterangan tertulisnya yang dikutip VOI, Selasa, 23 Februari.

Dia juga menyebut, Komisi IX DPR RI telah berkunjung dan melihat langsung untuk mendengar paparan dari tim peneliti Universitas Diponegoro (Undip) dan RS Kariadi terkait uji klinis tahap pertama pada 30 orang. Menurutnya, selama ini tim tersebut memang bekerja dalam senyap dan baru berani membuka diri dan melakukan publikasi setelah proses tersebut selesai.

"Dan hasilnya positif, (Vaksin Nusantara, red) berpotensi menjadi vaksin dengan metode baru dan bersifat individual," ungkapnya.

Tak hanya itu, berdasarkan presentasi tim tersebut, vaksin ini juga tak menimbulkan efek samping pada 30 relawan uji klinis tahap pertama. Bahkan, peningkatan antibodi tubuh relawan terhadap COVID-19 relatif tinggi.

"Perwakil BPOM juga hadir saat itu dan menerima langsung hasil penelitian uji klinis tahap satu untuk diteliti lebih lanjut sebelum masuk ke uji klinis tahap kedua," jelasnya.

Lebih lanjut, dirinya juga menyebut jika memang ke depan vaksin yang dikembangkan Terawan bersama sejumlah pihak ini telah melalui serangkaian pengujian sesuai ketentuan tentu hal ini bisa membuat Indonesia berdaulat di bidang kesehatan. Hal ini, kata Melki, juga berlaku untuk alat pengujian COVID-19 yaitu GeNose.

"GeNose dan Vaksin Nusantara jika telah melalui serangkaian uji sesuai ketentuan yang berlaku bisa menjadi pintu masuk membangun kedaulatan dan kemandirian Indonesia di bidang kesehatan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, lama tak terdengar kabarnya setelah dicopot dari Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto bikin kejutan dengan Vaksin Nusantara yang dikembangkannya untuk mencegah penularan COVID-19. Vaksin yang telah melewati uji klinis tahap dua ini kemudian menjadi perhatian publik.

Pengembangan vaksin ini bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc. di California, Amerika Serikat dengan melibatkan peneliti yang berasal dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, dan Universitas Diponegoro Semarang dan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

Klaimnya, vaksin ini bisa memproduksi kekebalan tubuh yang memberikan perlindungan dengan jangka waktu yang panjang. Selain itu, dalam sebuah wawancara pada Rabu, 17 Februari, dia mengatakan vaksin ini bersifat personal dan bisa digunakan semua kalangan termasuk yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

"Tentunya konsep generalized harus diubah menjadi konsep personality individual vaccination," kata Terawan.

Dia memaparkan, proses pembuatan Vaksin Nusantara ini arus melewati proses inkubasi selama kurang lebih 7 hari. Hingga nantinya akan menjadi vaksin individual atau personal. 

"Intinya adalah dari setiap kita punya dendritic cell tinggal dikenalkan antigen COVID-19 sehingga akan menjadi punya memory dendritic cell itu terhadap COVID-19," ungkapnya.

Terawan berharap vaksin ini lolos dalam semua tahap uji coba dan mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga bisa diproduksi secara masal.

Dalam proses produksi massal, dia yakin nantinya dalam sebulan ada 10 juta dosis vaksin yang bisa diproduksi. "Dan diperkirakan akan membuat kemandirian vaksin," tegasnya.