Dua Super Tucano Jatuh, Investigasi Menyeluruh Diperlukan
JAKARAT - TNI AU kehilangan empat perwira terbaiknya dalam peritiwa jatuhnya sekaligus dua pesawat tempur taktis bermesin satu EMB-314 Super Tucano milik TNI-AU di kawasan lereng Bromo, Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (16/11) pagi.
Investigasi oleh Pusat Kelaikudaraan dan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI AU, kata Kadispen TNI AU Marsma R. Agung Sasongkojati, terus berlangsung setelah black box (kotak hitam) kedua pesawat berhasil ditemukan.
Kotak hitam berisi flight data recorder (FDR) seperti ketinggian, kecepatan dan sirkulasi BBM dan cockpit voice recorder (CVR) berisi rekaman percakapan di kokpit (di pesawat tempur, antara pilot dengan copilot), antarpilot atau dengan petugas menara kontrol.
Baca juga:
Black box--yang berwarna oranye agar mudah ditemukan--ditempatkan di bagian teraman pesawat, tahan panas sampai 1.000 derajat celcius, tahan banting dan benturan, serta kedap air sampai kedalaman 6.000 meter dan mampu mengirimkan sinyal dari kedalaman 14.000 kaki.
Walau belum bisa memastikannya, Agung menepis perkiraan kedua pesawat bertabrakan, mengingat emergency locator transmitter (ELT) atau pemancar sinyal darurat di kedua pesawat tidak menyala secara bersamaan.
ELT salah satu pesawat (yang jatuh-red) memang menyala, tetapi baru selang beberapa saat kemudian (tidak dirinci selisih waktunya), diikuti ELT pesawat yang satunya lagi,
“Karena ELT tidak menyala secara berbarengan, kemungkinan tidak terjadi tabrakan. Akan tetapi saya belum bisa menyimpulkan,“ tutur Agung saat jumpa pers di apron Lanuma Abdulrachman Saleh, Malang (16/11).
Dua pesawat dalam formasi terbang wajar, tiba-tiba jatuh tanpa bergesekan atau tabrakan, agaknya musibah pertama kali bagi TNI AU walau kabut tebal yang menutup jarak pandang kemungkinan salah satu penyebabnya
“Jarak pandang, blind (tertutup atau buta)," kata salah satu pilot dari dua pesawat lainnya yang selamat kembali ke pangkalan.
Awak Non-Penerbang Dipertanyakan
Pertanyaan sempat muncul terkait dugaan kejanggalan adanya perwira menengah berkualifikasi non-penerbang yakni Kolonel Admin. Widiono yang duduk di kursi belakang (backseat) salah satu pesawat nahas itu. Ia gugur bersama tiga awak pesawat lainnya dalam musibah itu.
Agung beralasan, pamen bagian administrasi (SDM) diajak terbang agar memahami operasional penerbangan, apalagi formasi terbang saat itu tidak berbahaya karena bukan manuver tempur.
Kedua pesawat hilang kontak pada pukul 11.18 WIB ditemukan di lahan tanaman kentang (1.500 m di atas permukaan laut) di lokasi terpisah di kawasan lereng Gunung Bromo, wilayah Watugedek, Desa Kedawung, Kec. Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jatim.
Dalam tiga tahun terakhir, ada tiga kali kecelakaan pesawat TNI AU, pertama dialami pesawat latih lanjutan dan serang ringan HS Hawk 209 buatan Inggris di kawasan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, 15 Juni 2020.
Pilotnya, Lettu Pnb Aprijanto dari Skadron 12 Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbarau berhasil menyelamatkan diri dengan ejection seat atau kursi lontar.
Kedua, pesawat latih T-50i Golden Eagle buatan Korea Selatan jatuh di kawasan pegunungan Desa Nginggil, Kecamatan Kradenan, Blora, Jawa Tengah, 18 Juli 2022 menewaskan awaknya, Lettu Pnb. Alan Safitra.
Pengoperasian seluruh pesawat Super Tucano MB 314 oleh TNI dihentikan
sementara (di-grounded), sambil menunggu hasil investigasi terkait penyebab musibah.
Salah satu pesawat bernomor ekor TT-3111 dipiloti oleh Letkol Pnb Sandhra Gunawan dan di kursi belakang (backseater) Kol. Adm Widiono, satu lagi bernomor ekor TT-3103 dipiloti Mayor Pnb Yudha A Seta dan Kol. Pnb Subhan di kursi belakang. Mereka semua menerima anugerah kenaikan pangkat masing-masing satu tingkat,
Terbang Formasi Tak Berbahaya
Empat pesawat Super Tucano yang dioperasikan Skadron Udara 21 tinggal landas dari Lanud Abdulrachman Saleh, Malang dalam formasi kotak (berpasangan dua di depan dan dua di belakang) pada ketinggian 2.438 m, Kamis (16/11) pukul 10.51 WIB.
Dua pesawat dinyatakan hilang kontak pukul 11.18 saat latihan rutin dalam formasi (proficiency formation flight). Puing-puing dan keempat jasad awaknya ditemukan di lereng Gunung Bromo, sedangkan dua pesawat lainnya pulang ke pangkalan dengan selamat.
EMB-314 Super Tucano buatan Embraer Defence System, Brazil adalah jenis pesawat latih sayap rendah bermesin tunggal turboprop yang juga dapat berfungsi sebagai dukungan udara ringan (close air support) dan antigerilya (contra-insurgency - Coin).
Sejak diperkenalkan pada 2004, pendahulunya EMB-312 sudah diproduksi 650 unit dan digunakan oleh 15 negara termasuk Indonesia, sementara Brazil adalah pengguna terbesar (130 unit).
Berat kosong EMB-314 Super Tucano 3,2 ton, panjang 11,42 m, rentang sayap 11,14 m, tinggi 3,9 m digerakkan oleh mesin Pratt & Whitney, Kanada berdaya 1.600 HP , kecepatan maks. 590 km/jam, ketinggian terbang sampai 35.000 kaki dan daya tempuh 1.320 km.
Sebagai pesawat tempur taktis, EMB-314 dipersenjatai dua kanon ringan di kedua sayap dan lima cantelan (masing-masing dua di kedua sayap dan satu di badan pesawat) yang bisa menggembol bom, roket berbobot total 1.550 kg.
Dalam musibah sebelumnya, sebuah EMB-314 TNI AU menimpa rumah warga di Kota Malang, Februari 2016 menewaskan dua awak dan dua penduduk setempat.
Pembelian 16 unit Super Tucano EMB-314 varian A29B (kursi ganda) untuk TNI AU senilai total Rp285 juta dollar AS (sekitar Rp 2,57 triliun saat itu) ditandatangani pada 2020 dan 2011, sedangkan pengirimannya bertahap dari 2012 sampai Februari 2016.
Gantikan OV-10 dan HS Hawk Mk-53
Pesawat EMB-314 oleh TNI-AU digunakan untuk menggantikan pesawat tempur taktis OV-10 Bronco buatan AS dan HS Hawk Mk-53 buatan Inggris yang sudah memasuki usia pensiun.
Musibah pesawat bisa disebabkan cuaca ekstrem (angin topan, turbulensi), kegagalan mekanis, (a.l. mesin, peralatan) atau perangkat lunak, dan last but not least, bisa pula akibat kesalahan manusia (kondisi fisik dan psikis, pengaruh obat-obatan, kurang pelatihan, kelalaian).
Mengingat lebih 70 persen kecelakaan pesawat disebabkan human error, diperlukan kesiapan, kesamaptaan, keandalan, dan kecermatan awak terutama pilot serta pengendali lalu lintas udara dan teknisi di darat yang menangani pengoperasian dan perawatannya.
Dituntut nilai sempurna (100), 99 saja tak cukup bagi pilot, awak dan petugas lain yang terlibat penerbangan karena kesalahan sekecil apa pun bisa berakibat fatal bagi pesawat yang sarat teknologi canggih dan mahal serta berbiaya besar untuk mendidik awaknya.
Pernyataan bahwa “pesawat dalam kondisi baik, laik terbang, awaknya sehat mental dan jasmani, serta memiliki jam terbang tinggi” setiap kali terjadi kecelakaan, harus dibarengi dengan pengawasan super-ketat, tidak sekadar retorika atau rutinitas, agar kejadian serupa tak berulang.
Investigasi secara menyeluruh, transparan, serta pengenaan sanksi tegas tanpa ewuh-pakewuh bagi yang bersalah harus dilakukan dengan fair dan seadil-adilnya.
*) Penulis adalah mantan Wakil Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA