KPI Putuskan Tayangan Ganjar di Azan TV Tidak Langgar Pedoman Siaran
JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan siaran azan di salah satu jaringan TV swasta yang menampilkan sosok Ganjar Pranowo yang merupakan bakal calon presiden (bacapres) dari PDIP, tidak melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Keputusan itu diambil KPI melalui prosedur yang berlaku setelah sebelumnya memanggil pihak lembaga penyiaran TV swasta terkait yaitu RCTI dan MNCTV.
"Berdasarkan hasil forum klarifikasi dan rapat pleno, KPI menilai bahwa siaran Azan Magrib yang menampilkan salah satu sosok atau figur publik tidak melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)," kata Ketua KPI Pusat Ubaidillah dikutip ANTARA, Kamis, 14 September.
Adapun agenda dalam pemanggilan dua stasiun televisi swasta itu adalah melakukan klarifikasi dan selanjutnya KPI menindaklanjuti hasilnya dengan rapat pleno.
Meski konten tersebut memang tidak melanggar pedoman yang berlaku untuk penyiaran, Ubaidillah mengimbau agar lembaga penyiaran terkait tidak lagi menayangkan konten tersebut untuk mendukung narasi pemilihan umum (pemilu) damai 2024.
Sebelumnya, pada Senin (11/9), masyarakat ramai membicarakan konten azan yang menampilkan Ganjar Pranowo di salah satu jaringan lembaga siaran TV swasta.
Tayangan tersebut menimbulkan persepsi dan dikaitkan dengan politik identitas dan akhirnya menuai banyak pandangan di masyarakat.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Saiful Rahmat Dasuki pada Selasa (12/9) ikut berpendapat tayangan azan yang menampilkan sosok bakal calon presiden Ganjar Pranowo di stasiun televisi swasta bukan termasuk politik identitas.
"Kalau menurut saya nggak (politik identitas)," ujar Wamenag Saiful di Kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Jakarta.
Saiful tidak mempermasalahkan kehadiran Ganjar Pranowo di tayangan azan, karena hal tersebut tidak merusak makna azan. Beda halnya jika sosok bakal calon presiden tersebut menggunakan atribut politik, maka termasuk dalam politik identitas.