Dulunya Perokok Berat Sampai 8 Bungkus/Hari, Gubsu Edy Kini Dukung Perda Kawasan Tanpa Rokok

MEDAN - Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mendukung pembentukan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sehingga masyarakat yang tidak merokok merasa nyaman serta dapat mengurangi perokok aktif.

Gubsu Edy mengatakan hal yang lebih penting dalam mengurangi perokok dan melindungi masyarakat menjadi perokok pasif adalah implementasi di lapangan.

“Ini kebiasaan yang buruk, jadi tidak cukup hanya dengan Perda, dan tentu kita tidak bisa menghapuskan 100 persen perokok, tetapi paling tidak kita bisa menyelamatkan anak-anak. Kita bisa menyediakan ruang merokok yang tidak nyaman, denda besar kepada perokok yang melanggar atau cara lainnya," ujar Gubsu Edy dikutip ANTARA, Jumat, 26 Mei.

Mantan Pangdam I Bukit Barisan itu meminta seluruh OPD di lingkungan Pemprov Sumut untuk menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di kantor masing masing sebagai langkah awal.

"Ini juga akan diterapkan di sekolah-sekolah melalui larangan merokok di sekolah termasuk untuk guru. Mustahil kalian larang anak didik kalau kalian sendiri merokok di depan mereka," katanya.

Soal rencana pembentukan Perda Antirokok, Gubsu Edy menceritakan dulunya seorang perokok berat. Tapi Edy Rahmayadi memutuskan berhenti merokok pada tahun 2005.

“Saya termasuk orang yang dulu pernah menjadi perokok berat bahkan dulu saya bisa mengabiskan delapan bungkus rokok per hari. Tapi Alhamdulillah, setelah mempertimbangkan kesehatan dan atas dorongan keluarga juga, saya akhirnya total berhenti merokok di tahun 2005 lalu,” katanya lewat akun Instagram miliknya.

Karena itu, Gubsu Edy mendukung pembentukan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok. Rokok ditegaskan Gubsu Edy tidak hanya mengancam kesehatan orang-orang yang aktif merokok saja, tetapi juga bagi orang-orang yang terkena dampak negatif dari asap rokok walaupun tidak merokok atau perokok pasif.

“Saya berharap, Perda ini bisa melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok, terutama bagi bayi dan anak-anak, ibu hamil dan lansia. Makanya rokok harus dilarang di kawasan-kawasan tertentu seperti sekolah, transportasi umum, taman bermain, areal perkantoran, rumah sakit dan sebagainya. Mudah-mudahan Perda ini bisa segera direalisasikan demi melindungi kesehatan masyarakat kita,” katanya.

Sementara itu, Direktur Produk Hukum Daerah Kemendagri, Makmur Marbun, mengatakan ada delapan kabupaten/kota di Sumut yang belum ada Peraturan Daerah atau Peraturan Kepada Daerah (Perkada) tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Makmur Marbun menuturkan daerah tersebut antara lain Kabupaten Karo, Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Nias, Nias Barat, Simalungun, Kota Gunungsitoli dan Tanjungbalai.

“Masih ada delapan daerah lagi yang belum ada Perda KTR di Sumut, ada Perda saja masih sulit, apalagi belum ada, karena itu kita mulai bergerak dari Perda,” kata Makmur.

Sedangkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Eva Susanti mengatakan ada peningkatan perilaku merokok pemula. Dari 7,20 persen tahun 2013 meningkat menjadi 10,7 persen di 2019 dan diprediksi meningkat ke angka 16 persen di tahun 2030.

"Prevalensi perokok dewasa juga terus meningkat, sekitar 70,2 juta atau 34,5 persen orang dewasa Indonesia merokok sedangkan untuk rokok elektrik meningkat 10 kali lipat dari tahun 2011 ke tahun 2021,” kata Eva.

Eva menjelaskan berdasarkan data BPS tahun 2021 menunjukkan rokok peringkat kedua pengeluaran per kapita masyarakat perkotaan. Sebesar 19,69 persen untuk beras dan 11,3 persen untuk rokok kretek filter. Sedangkan di pedesaan 23.79 persen untuk beras disusul rokok 10,78 persen

“Masalah ini semakin pelik, karena tidak sedikit masyarakat yang sejatinya kurang mampu malah mengalokasikan uangnya untuk rokok ketimbang protein atau gizi tambahan," ujarnya.