Kepala Intelijen AS Sebut Rusia Tidak Mungkin Gunakan Senjata Nuklir

JAKARTA - Kepala intelijen Amerika Serikat yakin Rusia tidak akan menggunakan senjata nuklirnya saat ini, kendati sejumlah pejabat negara itu menyebut penggunaan senjata nuklir sangat mungkin jika diperlukan.

"Sangat tidak mungkin, menurut penilaian kami saat ini," kata Direktur Intelijen Nasional AS Avril Haines kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat, dilansir dari Reuters 5 Mei.

Kendati demikian, Haines tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai penilaian komunitas intelijen AS terkait penggunaan senjata nuklir tersebut.

Diketahui, ketegangan nuklir antara Rusia dan Amerika Serikat telah meningkat sejak dimulainya konflik dengan Ukraina, dengan Presiden Vladimir Putin berulang kali memperingatkan Rusia siap untuk menggunakan persenjataan nuklirnya jika diperlukan, untuk mempertahankan "integritas teritorialnya."

Pada Bulan Februari, Presiden Putin mengumumkan Rusia menangguhkan partisipasinya dalam perjanjian New START, pakta senjata nuklir terakhir yang tersisa dengan Amerika Serikat, yang membatasi jumlah hulu ledak strategis yang dapat digunakan oleh masing-masing pihak.

Para pejabat AS selama berbulan-bulan mengatakan mereka tidak melihat tanda-tanda Rusia sedang bersiap-siap untuk menggunakan senjata nuklir, namun juga memperingatkan bahwa mereka tetap waspada.

Bulan lalu, seorang diplomat tinggi AS secara terbuka mengatakan, Washington dan sekutu-sekutunya di NATO harus tetap waspada terhadap tanda-tanda Presiden Putin dapat menggunakan senjata nuklir taktis dalam eskalasi perangnya yang "terkendali" di Ukraina.

Terpisah, Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mengatakan, pengumuman Putin pada 25 Maret lalu bahwa Rusia sedang bersiap untuk menempatkan senjata nuklir taktis di negara tetangganya, Belarusia, "merupakan upayanya untuk menggunakan ancaman ini secara terkendali."

Meski demikian, ada juga jaminan pengendalian nuklir dari Moskow. Pekan lalu, Kremlin mengecilkan gagasan bahwa Rusia mungkin sedang bersiap-siap untuk melakukan uji coba senjata nuklir, mengatakan semua negara nuklir mematuhi moratorium uji coba senjata nuklir.

Namun, pekan lalu juga, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev mengatakan, Moskow tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu jika ada ancaman agresi.

"Anda telah mengatakan Rusia tidak akan pernah menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu. Tetapi, sebenarnya tidak demikian," kata Medvedev mengomentari pernyataan salah satu peserta, dilansir dari TASS.

Mantan Presiden Rusia tersebut kemudian mengutip paragraf 19 dari doktrin nuklir Rusia.

"Dinyatakan secara eksplisit bahwa senjata nuklir dapat digunakan ketika agresi dilakukan terhadap Rusia dengan penggunaan jenis senjata lain yang membahayakan keberadaan negara. Pada dasarnya, penggunaan senjata nuklir sebagai tanggapan atas tindakan tersebut. Musuh potensial kita tidak boleh meremehkan hal ini," tegasnya.

Menurutnya, spekulasi bahwa Rusia tidak akan pernah menggunakan senjata nuklir atau hanya menakut-nakuti semua orang dengan senjata nuklir, tidak layak untuk diperhatikan.

"Saya dapat memberi tahu Anda sebagai seseorang yang tahu. Saya dapat memberitahu Anda dengan terus terang: Jika Anda memiliki senjata di tangan Anda - dan sebagai mantan presiden, saya tahu seperti apa rasanya - Anda harus siap untuk menggunakannya dalam situasi tertentu, tidak peduli betapa mengerikan dan brutalnya hal ini. Semua faktor ini tidak boleh diremehkan oleh musuh potensial kita, negara-negara yang sekarang kita sebut sebagai musuh," tandasnya.

Diketahui, di bawah doktrin nuklirnya, Rusia dapat menggunakan senjata nuklir jika musuh menggunakan senjata ini atau jenis senjata pemusnah massal lainnya untuk melawannya atau sekutunya dalam tiga kondisi.

Pertama, jika ada informasi yang dapat dipercaya tentang peluncuran serangan rudal balistik terhadap Rusia dan sekutunya. Kedua, jika musuh menyerang fasilitas yang sangat penting untuk tindakan pembalasan oleh pasukan nuklirnya. Ketiga, dalam kasus agresi terhadap Rusia dengan senjata konvensional yang membahayakan eksistensi negara.