Bupati Mamberamo Tengah Lagi Duduk dan Kaget Saat Rumah Persembunyiannya Didobrak KPK

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Bupati Mamberamo Tengah nonaktif Ricky Ham Pagawak kooperatif saat ditangkap pada Minggu, 19 Februari. Ia bahkan sempat kaget saat tim mendobrak pintu rumah persembunyiannya.

"Saat (ditangkap, red) dia sedang duduk dan kemudian kaget saat ada tim dari KPK masuk," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Februari.

Ali memastikan pendobrakan pintu itu dilakukan setelah mereka berupaya masuk secara baik-baik dengan mengetuk pintu. Adapun kondisi rumah yang ditempati Ricky selama di Abepura, Jayapura tertutup pagar tinggi.

"Kami gedor-gedor dengan baik-baik ternyata kemudian tidak ada respons," ungkapnya.

"Tapi kami yakin bahwa RHP ada di dalam sehingga kemudian kami buka paksa pagarnya. Kami dobrak," sambungnya.

Ricky disebut KPK tidak melawan saat ditunjukkan surat penangkapan. Ia kooperatif karena mau dibawa langsung oleh tim yang dibantu Direktorat Tindak Pidana Umum Polda Papua.

Diberitakan sebelumnya, Ricky resmi menjadi tahanan Rutan KPK Cabang Merah Putih sejak Senin, 20 Februari setelah buron sejak Juli 2022. Tersangka dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang itu tertangkap di Abepura, Jayapura pada Minggu, 19 Februari.

Dalam kasus ini, Ricky diduga menerima uang suap dan gratifikasi hingga Rp200 miliar. Penerimaan ini dilakukan dari kontraktor yang ingin mendapat proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.

Ada tiga kontraktor yang disebut memberikan uang yaitu Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding; Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Mampang; dan Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang.

Rinciannya, Jusiendra mendapat 18 paket pekerjaan dengan total nilai mencapai Rp217,7 miliar. Proyek yang dibangun di antaranya pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.

Sementara Simon mendapat enam paket senilai Rp179,4 miliar dan Marten mendapat tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar. Pekerjaan ini didapat tiga swasta itu setelah mereka bersepakat dengan Ricky memberikan uang.

Dari penerimaan itu, Ricky kemudian diduga melakukan pencucian uang dengan cara membelanjakan hingga menyamarkan hasil suap dan gratifikasi. Ada sejumlah aset yang disita mulai mobil mewah hingga apartemen.