Bos Besar BRI Soal Pengembangan Bank Digital: Tertarik, Tapi …
JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) tidak memungkiri keberadaan bank dengan konsep bisnis fully digital akan memainkan peranan penting bagi peningkatan kinerja di masa mendatang.
Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa perseroan memiliki ketertarikan yang cukup kuat untuk mengembangkan bank dengan dasar teknologi 4.0 tersebut.
“Pasti tertarik (untuk mengembangkan bank digital). Kenapa? Karena kalau kita tidak mengembangkan bank digital maka cepat atau lambat akan tertinggal. Sebab, generasi akan terus berubah dan bank-bank dengan konsep konvensional tidak akan ditengok lagi,” ujarnya pada Kamis, 26 Januari.
Walau begitu, Sunarso mengaku pihaknya tidak akan mengambil keputusan signifikan dalam waktu dekat demi menjaga segmen pasar yang sudah berhasil dibangun.
“Tapi kalau kita sekarang fully digital, maka tengoklah masyarakat yang di bawah (yang menjadi market utama BRI),” tutur dia.
Atas dasar tersebut Sunarso kemudian memilih menahkodai perusahaannya untuk bertransformasi secara bertahap agar dapat terus selaras dengan perkembangan zaman.
“Maka kami memilih untuk mengusung konsep hybrid yang menurut saya paling ideal. Ini dibuktikan dengan kehadiran agen (BRILink) yang memenuhi cara konvensional tatap muka di daerah-daerah tetapi sebagian proses bisnisnya sudah didigitalkan. Jadi ada human touching disitu dan tidak fully digital,” tegasnya.
Baca juga:
Sebagai informasi, bank pelat merah itu diketahui telah memiliki sekitar 590.000 agen di seluruh Indonesia. Sunarso mengklaim total volume transaksi agen telah menembus Rp1.400 triliun.
“Bayangkan transaksi Rp1.400 triliun masyarakat bawah melalui agen BRILink. Ini menjadi bukti bahwa mereka masih memerlukan cara konvensional yang dikemas dengan konsep hybrid bank,” kata dia.
Mengutip laporan keuangan kuartal III 2022, BRI sukses menyalurkan kredit sebesar Rp.1.111,4 triliun dengan Rp935,8 triliun diantaranya masuk ke segmen kredit UMKM. Torehan itu didukung oleh rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang terjaga di level 3,09 persen.
Hasil ini turut mendongkrak pertumbuhan laba sebesar 106 persen year on year (yoy) menjadi Rp39,3 triliun di akhir September 2022.