BNPB Soroti Banjir Jakarta Akibat Hujan Lokal, Anies Bilang Setidaknya Tidak Sampai Berhari-hari
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyoroti banjir Jakarta akibat hujan lokal dan minimnya daya tampung sistem drainase.
Anies menjelaskan, sistem drainase Jakarta di kawasan permukiman pun hanya dapat menampung 50 milimeter dan kawasan protokol 100 milimeter.
Sementara, beberapa hari lalu memiliki intensitas curah hujan sampai 180 milimeter dalam waktu dua jam. Karenanya, Anies menyebut banjir di Jakarta tidak bisa terhindarkan.
"Hujan yang kita alami kemarin ada yang 140 milimeter, ada 180 milimeter. Padahal terjadinya bukan dalam satu hari, dalam 2-3 jam 180 milimeter, maka otomatis akan terjadi genangan," kata Anies di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Oktober.
Bahkan, saat banjir besar melanda tahun 2020, kawasan Halim Perdanakusuma sampai terendam banjir hingga 40 sentimeter. Anies mengklaim, hal ini bukan disebabkan oleh buruknya sistem drainase, melainkan curah hujan yang sangat tinggi.
"Halim Perdanakusuma itu bersih, rapi, dan hijau, bisa terjadi genangan 40 sentimeter. Bukan karena gorong-gorong tersumbat, tapi karena volume air yang turun waktu itu sampai 370 milimeter, otomatis terjadi genangan," urainya.
Namun, yang jelas, dalam penanggulangan banjir, Anies memiliki key performance indikator (KPI) yang harus dilakukan jajarannya, dengan menargetkan banjir surut dalam waktu 6 jam setelah hujan berhenti. Maka, setidaknya, banjir Jakarta saat ini tidak terjadi selama berhari-hari.
"Jadi, kita tidak khawatir dengan foto-foto genangan itu. Yang kami khawatir kalau genangan berhari hari baru kami khawatir, berarti manajemennya nggak betul. Jadi anda silahkan lihat, bandingkan Jakarta dengan kota kota lain," urai Anies.
"Di Jakarta pakai KPI penanganannya. Bila di bawah 100 milimeter dan banjir, berarti ada yang salah. Bila di atas 100 milimeter, dan ada genangan, wajar. Lalu KPI-nya kurang dari 6 jam harus surut," lanjut dia.
Sebelumnya, BNPB mencatat hujan lokal yang terjadi di DKI Jakarta dapat mempengaruhi terbentuknya genangan yang cukup signifikan. Plt. Kapusdatinkom Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menjelaskan banjir di Jakarta kini bukanlah banjir yang sifatnya tradisional, yang mana masyarakat sering menyebutnya sebagai banjir kiriman.
"Sekarang tidak seperti itu, karena berkaca pada kejadian mulai dari banjir Latuharhary 2013, tanggul jebol. Kemudian yang baru-baru ini tahun 2020, Halim terendam, yang tidak ada hubungannya dengan kondisi hulu," ujar Abdul.
Kondisi hujan lokal di Jakarta saat ini bisa berpengaruh pada banjir, dengan intensitas hujan tinggi, yang menciptakan genangan-genangan yang cukup signifikan secara lokal.
"Jadi tanpa ada peningkatan debit air dari hulu pun, meskipun saat ini yang terjadi di sepanjang Ciliwung hari ini adalah banjir kiriman, tetapi yang sebelumnya itu lebih banyak disebabkan oleh hujan lokal," tutur dia.
Abdul mengatakan perlunya melakukan revolusi drainase atau infrastruktur keairan di saat ini yang mana Jakarta merupakan megapolitan dengan urbanisasi, kepadatan penduduk dan dinamika yang cepat.
"Kita memang harus membuat revolusi, atau perubahan yang sangat signifikan, dalam konteks drainase keairan dan infrastruktur keairan kita," ungkap Abdul.